SUKABUMIUPDATE.com - Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, memberikan tanggapan mengenai kondisi 11 warga Kabupaten Sukabumi yang saat ini menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan sedang disekap di Myanmar. Para korban sebelumnya mengirimkan video meminta bantuan untuk bisa pulang ke Indonesia.
Ke-11 korban berasal dari beberapa desa di Kabupaten Sukabumi, yaitu Desa Kebonpedes dan Jambenenggang di Kecamatan Kebonpedes, serta Desa Cipurut dan Cireunghas di Kecamatan Cireunghas. Bey Machmudin mengungkapkan bahwa pemerintah daerah saat ini aktif berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI untuk memfasilitasi pemulangan mereka.
“Kami berkoordinasi dengan Direktorat Perlindungan Warga Kementerian Luar Negeri. Kami akan terus berusaha karena saudara-saudara kita harus dilindungi,” ungkap Bey Machmudin saat mengunjungi rumah duka Syamsul Diana Ahmad, salah satu korban TPPO di Sukabumi.
Informasi terbaru menunjukkan bahwa mafia penyekap di Myanmar meminta tebusan sebesar Rp50 juta per orang, sehingga total tebusan yang diminta mencapai Rp550 juta.
Sebelumnya, Ketua DPC SBMI Sukabumi, Jejen Nurjanah, menjelaskan bahwa para korban terjerat iming-iming bekerja di Thailand dengan gaji tinggi. Mereka diberangkatkan dengan visa kunjungan dan tiba-tiba dijebak ke Myanmar.
Baca Juga: Kunjungi Keluarga Korban TPPO Kamboja di Sukabumi, Pj Gubernur Jabar Sampaikan Duka
“Visanya adalah visa kunjungan, dan mereka dijanjikan pekerjaan sebagai admin dengan gaji Rp35 juta per bulan. Namun, kenyataannya mereka dikirim ke negara konflik,” kata Jejen.
Jejen menambahkan bahwa Kemenlu telah menghubungi pihak KBRI dan melakukan berbagai upaya untuk memulangkan para korban. Namun, pemulangan masih terkendala karena para korban berada di Myawaddy, sebuah daerah konflik di Myanmar yang dikuasai oleh pemberontak.
“Kan negara konflik, sementara KBRI tidak punya kewenangan untuk mengambil warga negaranya ke tempat asal dan juga itu berbahaya sekali karena disana yang paling berkuasa adalah pemberontak yang mungkin resikonya sangat tinggi itu menurut keterangan dari Kementerian Luar Negeri itu nyawa taruhannya,” tutur dia.
Semenntara itu, mengutip dari tempo.co, Kepala Sub Direktorat Kawasan Asia Tenggara Direktorat perlindungan WNI (PWNI) Kementerian Luar Negeri, Rina Komaria menjelaskan mekanisme pemulangan warga Negara Indonesia yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang ke tanah air.
Rina mengatakan terdapat dua jalur bagi WNI yang menjadi korban TPPO untuk melapor. Yakni, melalui Kedutaan Besar RI (KBRI) atau pemerintahan negara setempat, jika memang negara itu memiliki kebijakan perlindungan TPPO.
"Yang datang ke KBRI, kami akan melihat kondisinya secara fisik. Apakah ada luka-luka, kami perlu memastikan dia mendapat perawatan dan kedua dilakukan assessment," ujar dia. Asesmen ini untuk menguji, apakah dia betul korban atau tidak.
Setelah proses asesmen dilakukan, bagi WNI yang diketahui overstay dan harus mengurus keimigrasian, maka akan disediakan tempat penampungan sementara atau shelter. Setelah itu, sesampainya di Indonesia akan melalui tahap di Kementerian Sosial dan Badan Reserse kriminal (Bareskrim).
Jika WNI tersebut korban TPPO, maka akan dipulangkan, namun jika terindikasi ada keterlibatan dengan jaringan, maka akan diproses lebih lanjut. Sebagai informasi, Bareskrim sendiri telah banyak menangani kasus jaringan TPPO atau online scam jejaring internasional.