SUKABUMIUPDATE.com - Tahun 2024 ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim), dikabarkan akan mengucurkan anggaran sebesar Rp2 Miliar untuk program bantuan pembangunan rumah tidak layak huni (Rutilahu) di wilayah Kabupaten Sukabumi.
Koordinator Fasilitator Rutilahu Provinsi Jabar, Wilayah Kabupaten Sukabumi, Ajat Zatnika mengatakan, alokasi anggaran untuk pembangunan Rutilahu di wilayah Kabupaten Sukabumi tersebut bersumber dari APBD Provinsi Jabar.
“Jumlah rumah tidak layak huni untuk tahun ini, alokasi program Rutilahu ada 100 unit dari Provinsi Jabar,” kata Ajat kepada awak media, Jumat 7 Juni 2024.
Menurut Ajat, 100 pembangunan program Rutilahu tersebut, tersebar di lima desa yang ada di empat kecamatan di wilayah Kabupaten Sukabumi. Yakni, 1 desa di Kecamatan Cibadak, 1 desa di Kecamatan Cicantayan, 1 desa di Kecamatan Cisaat dan 2 desa diantaranya di wilayah Kecamatan Sukaraja.
“Dalam satu unitnya, nanti warga akan mendapatkan bantuan sebsar Rp20 juta. Nah, itu rinciannya Rp17.500.000 untuk bahan bangunan, Rp2 juta juta untuk upah kerja dan Rp500 ribu untuk operasional dan administrasi LPM atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang ada di lingkungan pemerintah desa,” tuturnya.
Baca Juga: Dua Desa di Sagaranten Dapat Bantuan 12 Unit Rutilahu dari Disperkim Sukabumi
Ratusan warga yang mendapatkan bantuan program Rutilahu dari APBD Provinsi Jabar ini, difokuskan untuk kawasan kumuh. Ajat menuturkan, bahwa penyelesaian kawasan pemukiman kumuh ini, dilakukan berdasarkan SK Gubernur Jabar Nomor 633 Tahun 2022 yang luasan wilayahnya antara 10 sampai 15 hektare dan harus tertuntaskan.
Lebih lanjut Ajat menjelaskan, bahwa kategori warga yang mendapatkan bantuan tersebut, terlebih dahulu harus dilihat dari 3 aspek. Yakni, aspek keselamatan bangunan. Ia mencontohkan, jika bangunannya tidak menggunakan konstruksi yang kuat, maka bangunan itu dinilai tidak layak huni.
Sementara, untuk aspek kedua dilihat dari sisi kecukupan luas ruang. Menurutnya, jika rumahnya kecil dan luasannya kurang dari ketentuan Undang – Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang kecukupan luas ruang. Dimana, rasio per jiwa-nya harus memiliki luasan 9 meter persegi.
“Kalau kurang dari itu, luasannya bisa dimasukan pada kategori tidak layak huni. Jadi, bila semisal ada 6 jiwa di dalam rumah itu, maka luas bangunan rumahnya 6 x 9 meter. Maka, luas bangunannya harus 54 meter persegi. Kalau lahanya sedikit, maka solusi bangunannya harus di naikan bertingkat ke atas,” ujarnya.
“Nah, terakhir itu adalah aspek kesehatan, kalau penghawaan dan pencahayaan kurang, kemudian tidak ada sanitasi dan tidak ada jamban keluarga, dan tidak ada spiteng, maka itu juga dinilai tidak layak huni,” pungkasnya.