SUKABUMIUPDATE.com - Pondok Pesantren Al Zaytun yang berada di Indramayu, Jawa Barat belakangan ini menjadi salah satu topik hangat untuk diperbincangkan.
Hal tersebut karena sejumlah ajaran di Ponpes Al Zaytun dinilai menyimpang dan menyesatkan dari ajaran Islam pada umumnya.
Keanehan ajaran sesat Ponpes Al Zaytun ini mencuat saat momen Idul Fitri lalu. Hal tersebut terlihat dari cara sholat Ied yang berbeda yakni mencampurkan shaf wanita dengan laki-laki.
Baca Juga: 6 Ajaran Aneh Ponpes Al Zaytun: Ragukan Al-Quran hingga Dosa Zina Ditebus Uang
Selain itu, Pesantren Al Zaytun juga menjadi sorotan ketika beredar video yang menunjukkan para santrinya menyanyikan lagu Yahudi berjudul 'Hevenu Shalom Aleichem’.
Menanggapi beragam kontroversi yang dilakukan oleh Ponpes Al Zaytun yang dipimpin oleh Panji Gumilang itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun angkat bicara.
Melansir dari Suara.com, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Ichsan Abdullah dengan tegas menyatakan, Ponpes Al Zaytun terafiliasi dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII).
Baca Juga: Terjemahan Lagu Car’s Outside - James Arthur, yang Lagi Viral di TikTok
Pernyataan itu berdasarkan kesimpulan dari penelitian MUI terhadap ponpes itu yang dilakukan 21 tahun lalu.
Menurut Ichsan Abdullah, Negara Islam Indonesia (NII) adalah gerakan keagamaan yang radikal dan menyimpang.
Berdasarkan penelitian MUI pada 2002 lalu, afiliasi antara Al Zaytun dengan NII terlihat dari pola rekrutmen dan penghimpunan atau penarikan dana yang dilakukan anggotanya.
Dugaan adanya keterkaitan antara Al Zaytun dengan NII sudah dicurigai sejak ponpes tersebut didirikan pada 1999 lalu.
Jika dilihat dari sejarahnya, NII merupakan kelompok Islam radikal di Jawa Barat, yang dipimpin oleh Sekarmadji maridjan Kartosoewirjo.
Kelompok ini pernah memberontak pada 7 Agustus 1949 di daerah tasikmalaya, Jawa Barat. Tujuannya adalah untuk mengubah Indonesia menjadi negara Islam, yang ketika itu bari saja diproklamirkan.
Setelah pemberontakan itu, kelompok NII berhasil ditumpas, namun bibit-bibit dan ideologinya masih ada, khususnya di Jawa Barat.
NII yang disebut terafiliasi dengan Ponpes Al Zaytun merupakan pecahan salah satu faksinya di bawah kepemimpinan Abo Toto Abdus Salam.
Karena Abdus Toto adalah komandan NII Komandemen IX, maka NII yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan NII KW 9.
Dalam kajian yang dilakukan oleh Tim Peneliti Indonesia Institute for Society Empowerment (INSEP), tahun 2011, disebutkan bahwa ponpes Al Zaytun merupakan metamorfosis Institut Suffah Darul Islam/Tentara Islam Indonesia yang merupakan cikal bakal gerakan Negara Islam Indonesia yang dipimpin Kartosoewirjo.
Karena itu pula, pendiri dan pengurus pesantren tersebut diduga diisi oleh sejumlah mantan anggota NII KW 9 yang telah keluar organisasi itu pada 1992.
Namun tudingan itu sudah pernah dibantah oleh pihak ponpes dengan menyatakan kalau mazhab yang dipegang oleh Al Zaytun adalah Ahlussunnah Wal Jamaah.
Dan ada dugaan kalau Ponpes Al Zaytun merupakan bagian dari operasi intelijen, dimana salah satu tokoh yang mendukung ponpes itu adalah Jenderal Purnawirawan TNI Abdullah Mahmud Hendropriyono yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) periode 2001-2004.
Bahkan dalam satu kesempatan, Hendropriyono disebut pernah mengancam akan menindak siapapun yang berani mengusik keberadaan ponpes Al Zaytun.
Sumber: Suara.com (Damayanti Kahyangan)