SUKABUMIUPDATE.com - Mengamati dinamika politik nasional terutama terkait dengan semakin menghangatnya gelaran Pemilihan Presiden pada Pemilu 2024. Ada beberapa hal yang kiranya layak menjadi perhatian dan diskursus bagi masyarakat yang ada di Jawa Barat.
"Kami melihat bahwa provinsi Jawa Barat dengan mayoritas Suku Sunda, saat ini jika melihat daya dukung yang ada baik dari sisi Sumber Daya Manusia (ketokohan) maupun daya dukung geopolitik sangat potensial diperjuangkan dalam konteks agenda setting kepemimpinan nasional (Presiden atau Wakil Presiden)," ucap Ketua Umum Gerakan Pemuda Islam (GPI) Jawa Barat, Taopik Wahidin dalam keterangan tertulisnya kepada sukabumiupdate.com, Kamis (27/04/2023).
Menurut Taopik, hal tersebut setidaknya merujuk dua basis data. Pertama, Sebagaimana diketahui Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak, yakni sebanyak 36 juta orang merupakan jumlah terbesar se Indonesia dibanding jumlah pemilih di provinsi lainnya. Dimana pada gilirannya jumlah pemilih tersebut dapat menjadi modal utama bagi daya tawar posisi (position bargaining) kepemimpinan nasional dalam frame demokrasi langsung.
Kedua, sambung Taopik, banyak sumber daya tokoh asal Jawa Barat maupun tokoh yang terhubung secara bilogis dimana mereka memiliki kapasitas dan kapabilitas serta jam terbang yang memadai, sehingga memiliki kelayakan menempati posisi kepemimpinan nasional.
Baca Juga: 205 Juta Orang Tercatat di Daftar Pemilih Sementara Pemilu 2024
Oleh karena itu, kata Taopik, PW GPI Jawa Barat meyakini dua hal tersebut dapat menjadi modal utama bagi daya tawar warga Jawa Barat vis a vis posisi kepemimpinan nasional dalam konteks pemilihan langsung dimana suara terbanyak merupakan pemenang.
Namun demikian, menurut Taopik, pihaknya menyadari potensi kekuatan Jawa Barat tersebut tetap akan sangat tergantung pada sejauhmana terbangunnya konektivitas dan kolektivitas para tokoh lintas sektor di Jawa Barat.
Maka, atas dasar hal tersebut kami warga Jawa Barat yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Islam atau GPI berharap agar para tokoh Jawa Barat menghidupkan spirit kekompakkan dan kebersamaan dengan merajut konektivitas lintas batas tentunya dengan menghilangkan egosentris berbasis kelompok yang menjadi latar belakang para tokoh.
"GPI Jawa Barat sebagai entitas politik tentunya berharap kedepannya masyarakat Jawa Barat bisa lebih baik dan lebih maju dalam berbagai kehidupan melalui pembangunan fisik dan mental spritual. Dan GPI percaya tokoh yang lahir dan besar di Jawa Barat mampu memahami apa yang diinginkan oleh masyarakatnya," tuturnya.
Baca Juga: Sidang MK: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Mengamputasi Kelembagaan Partai Politik
Kemudian, menurut Taopik, bahwa selama hampir 3 dekade reformasi dan terhitung kepemimpinan nasional sudah berganti sebanyak 7 kali, dimana tokoh Jawa Barat tidak ada yang berani mengambil posisi kepemimpinan tertinggi.
"Berdasar kepada perkembangan peta politik kekinian setidaknya GPI Jawa Barat melihat beberapa figur layak diperjuangkan untuk merebut kursi kepemimpinan nasional. Baik sebagai Presiden maupun Wakil Presiden, diantaranya: 1. Anis Baswedan (Mantan Gubernur DKI Jakarta, Kelahiran Kabupaten Kuningan), 2. Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat, Kelahiran Bandung), 3. Erik Tohir (Menteri BUMN, dari garis Ibu merupakan keturunan Tionghoa Sunda). 4. Airlangga Hartarto (Menteri Perekonomian, dari garis Ibu merupakan keturunan keluarga besar Pejuang Kemerdekaan Indonesia, Raden Didi Sukardi Wijaya dari Sukabumi) dan 5. Ahmad Heryawan (Mantan Gubernur Jawa Barat, kelahiran Sukabumi)," imbuhnya.
Walaupun demikian, kata Taopik yang juga menjabat salah satu ketua bidang di DPD KNPI Jawa Barat tersebut pihaknya memahami beratnya berbagai rintangan dalam perebutan kursi kepemimpinan nasional, hal sama dengan beratnya agenda membangkitkan semangat kekompakkan dan kebersamaan masyarakat Jawa Barat.
Tetapi menurutnya, warga Jawa Barat mesti meyakini satu filosofi yang merupakan warisan para leluhur yakni "Sabilulungan - Runtut Raut Sauyunan" yaitu suatu sikap kebersamaan hidup yang ada di masyarakat dan bukanlah saling bersaing.
Baca Juga: Maju DPR RI, Saleh Hidayat Bicara Regulasi Pro Rakyat hingga Pileg Sistem Tertutup
"Kerja sama atau saling membantu, saling mendukung, dan kalau bisa guyub untuk kebaikan bersama. Seperti juga merujuk ajaran silih asah, silih asuh, silih asih serta silih wangi yang artinya saling mengharumkan nama, dalam pengertian saling mendorong dan mendukung mencapai prestasi," pungkasnya.