SUKABUMIUPDATE.com - Di tahun 1980-an dihebohkan dengan kasus perampokan dan pembunuhan yang dilakukan pria bernama Edi Sampak di wilayah Cianjur, Jawa Barat.
Edi Sampak kala itu diketahui sebagai prajurit TNI yang bertugas di Komando Distrik Militer (Kodim) 0806 Cianjur. Ia dengan sadis membunuh empat rekan kerjanya lalu membawa kabur uang gaji para prajurit yang jumlahnya mencapai puluhan juta rupiah.
Diketahui jika aksinya itu dilatarbelakangi dendam setelah kalah dalam pemilihan kepala desa dan terlilit utang pada rentenir.
Baca Juga: Guling Munding dan Kekejaman Burnaby Lautier Bangun Jalan Kerbau di Sukabumi
Mengutip Suarajabar.id (jaringan Suara.com), dari kumpulanberitalama.blogspot.com, peristiwa mengerikan itu terjadi 20 Agustus 1979. Saat itu Edi Sampak menumpangi sebuah mobil colt yang digunakan Sersan Mayor Sudrajat yang merupakan juru bayar Kodim Cianjur. Kala itu Sudrajat pulang dari sebuah bank untuk mengambil uang gaji para prajurit.
Masuk Cianjur,Edi minta sopir belok ke perkebunan teh. Edi beralasan hendak mengambil kambing yang memang menjadi rutinitasnya setiap menjelang lebaran. Melewati kampung kecil nan senyap, pria asal Banten itu meminta sopir menepikan kendaraan.
Saat itulah Edi mengeluarkan senjata berikut amunisinya dari tas jinjingnya diketahui hilang dari gudang, beberapa bulan sebelumnya.
Tanpa banyak bicara, Edi langsung mengarahkan moncong senjata ke arah teman-temannya, yang kemudian memuntahkan puluhan butir timah panas secara membabi buta. Edi kemudian membakar minibus berisi penumpang yang terluka tembak.
Baca Juga: Mengenal Adrian Zecha, Pengusaha Hotel Dunia Kelahiran Sukabumi
Empat orang tewas di tempat, satu meninggal di rumah sakit. Empat lainnya luka-luka. Korban tewas adalah Sersan Sutardjat, Daeng Rusyana, Djudjun, Sugandi, dan seorang lelaki yang tak diketahui namanya. Sementara Edi dan temannya bernama Odjeng kabur menggondol duit gaji pegawai Rp 21,3 juta.
"Edi sampak seorang tentara yang melakukan pembunuhan satu elf dibakar dan ditembaki dan dia dihukum mati," kata pegiat sejarah, Machmud Mubarok dihubungi Suara.com, Minggu (29/8/2021).
Sepekan setelah aksi kejahatan legendarisnya itu, Edi Sampak akhirnya ditangkap. Sementara Odjeng sudah ditangkap terlebih dahulu. Dari hasil pemeriksaan, ternyata Edi memiliki dendam sebab gagal menjadi Kepala Desa Nagrak tahun 1978 meski sudah keluar uang banyak.
Baca Juga: Mengenal Sosok Mang Dina Mara, Dedengkot Cerita Sunda yang Eksis Hingga Sekarang
Pengadilan Militer Priangan-Bogor mengganjar Edi Sampak dengan hukuman mati tahun 1981. Hal ini dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung. Dia ditahan di Rumah Tahanan Militer Inrehab Cimahi atau Penjara Poncol.
Edi Sampak kembali menjadi buah bibir setelah berhasil kabur dari Penjara Poncol yang dikenal ketat.
"Bikin heboh, dia kabur. Karena kita tau penjara militer ketat dia bisa lolos," ucap Mahcmud.
Setelah berkeliling ke berbagai daerah dengan status buron, keberadaan Edi Sampak akhirnya terendus setelah namanya tercantum dalam susunan redaksi sebuah surat kabar di Banten. Edi Sampak pun kembali ditangkap di kediamannya di Serang, Banten, pada Februari 2006 silam.
Sejarah Penjara Poncol Hingga jadi Bangunan Cagar Budaya
Pada bagian depan Penjara Poncol memang tertera tahun 1886 yang disebut menjadi tahun pembangunan penjara tersebut. Berdasarkan hasil riset dan berbagai bukti yang didapat, kata Machmud, pembangunannya justru dilakukan tahun 1896.
Dari hasil penelitian, penjara itu berasal dari Semarang yang ada daerah namanya Poncol. Ketika itu ada satu komisi khusus yang meneliti enam daerah di Jawa Barat yaitu Sukabumi, Cianjur, Padalarang, Cimahi, Bandung, dan Garut. Pilihan jatuh di Cimahi.
"Dalam penelitian kita Penjara Poncol tersebut mulai beroperasi tanggal 9 Oktober 1896 dan tercantum berbagai berita serta dalam arsip-arsip belanda. Jadi ada perbedaan 10 tahun dari yang sekarang tertera dalam buku. Inilah yang perlu diluruskan informasinya," kata Machmud.
Penjara Poncol hingga kini masih berfungsi sebagai tahanan militer. Berdasarkan informasi yang didapat Machmud, masih ada puluhan tahanan di sana. Bangunan bersejarah itupun kini sudah ditetapkan sebagai objek cagar budaya di Kota Cimahi.
"Sebagai cagar budaya dari sisi kriteria tahun sudah memenuhi karena sudah 10 tahun lebih dan dari sisi arsitekturnya juga masih eksotis karena masih merupakan akhir dari penggunaan inggris empire," pungkasnya.
Sumber: Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki