SUKABUMIUPDATE.com - Meski protes semakin meningkat karena negaranya sedang krisis ekonomi, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa disebut tidak akan mengundurkan diri dalam keadaan apapun. Hal itu disampaikan Kepala Pemerintahan Whip Sri Lanka sekaligus Menteri Jalan Raya Johnston Fernando di hadapan anggota parlemen pada Rabu, 6 April 2022.
Seperti diketahui, Sri Lanka tengah di kecamuk gelombang unjuk rasa, yang terjadi merata hampir di seluruh wilayah negara itu. Mereka menuntut agar Presiden Rajapaksa mundur.
“Sebanyak 6,9 juta orang telah memilih presiden (Rajapaksa). Sebagai pemerintah, kami menyatakan bahwa presiden sama sekali tidak akan mengundurkan diri. Kami akan menghadapi ini," kata Fernando, dilansir Tempo.co dari Asian News International, Rabu, 6 April 2022.
Pemerintah juga membela keputusan Presiden Rajapaksa untuk memberlakukan status darurat, di mana aturan ini sudah dicabut pada Selasa kemarin, 5 April 2022.
Baca Juga :
Menteri Pendidikan Sri Lanka Dinesh Gunawardena, seperti dilaporkan Colombo Gazette, mengatakan bahwa status darurat diumumkan pada Jumat lalu setelah ada upaya untuk menyerang Kantor Presiden dan properti publik lainnya.
Selain lunturnya kepercayaan dari rakyat, Rajapaksa saat ini sudah kehilangan dukungan dari para elite. Puluhan anggota parlemen keluar dari koalisi penguasa pada Selasa kemarin. Pemimpin partai koalisi mengatakan sebanyak 41 anggota parlemennya kini memilih independen.
Rajapaksa juga membubarkan kabinetnya pada Senin, 4 April 2022, dan berusaha untuk membentuk pemerintah persatuan ketika kerusuhan di tempat-tempat umum melonjak. Namun, keragu-raguan nampak datang dari dalam lingkaran Rajapaksa sendiri.
Baru satu hari setelah pengangkatannya pada Senin, Menteri Keuangan Ali Sabry mengundurkan diri pada Selasa. Mundurnya Sabri dari kabinet ini juga menjelang pembicaraan penting yang dijadwalkan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk program pinjaman.
Unjuk rasa di Sri Lanka dipicu oleh kekurangan makanan dan bahan bakar akibat kurangnya devisa untuk impor. Unjuk rasa sudah dimulai sejak bulan lalu. Kendati demikian, protes meningkat dalam beberapa hari terakhir hingga menyebabkan bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi dalam beberapa kasus.
Keterlibatan keluarga penguasa dalam penanganan krisis ekonomi dan utang yang melilit di Sri Lanka ditengarai telah menyebabkan kekurangan makanan, bahan bakar dan pemadaman listrik yang berkepanjangan. Asosiasi dokter juga mengatakan telah terjadi kekurangan obat-obatan akut yang dapat meruntuhkan sistem kesehatan di Sri Lanka.
Sumber: ANI News | Economynext | Tempo.co