SUKABUMIUPDATE.com - Sejumlah tokoh Yahudi di Inggris menandai Hari Peringatan Holocaust dengan mengecam perlakuan Cina terhadap muslim etnis Uighur di Xinjiang. Mereka menilai perbuatan pemerintah Cina sama seperti yang dilakukan Nazi Jerman selama perang dunia II.
Direktur eksekutif organisasi hak asasi manusia Yahudi Rene Cassin, Mia Hasenson-Gross, mengatakan Cina secara efektif berusaha untuk membasmi bahasa, budaya, dan tradisi Uighur. "Daripada membiarkan ini meningkat ke titik di mana Uighur akan menjadi orang lain yang genosidanya kita ingat di masa depan, kita sekarang memiliki kesempatan untuk mencegah hal itu terjadi," katanya dikutip dari Aljazeera, seperti diwartakan Tempo.co.
Holocaust Memorial Day diadakan setiap tahun pada 27 Januari untuk mengenang orang-orang yang secara sistematis dibunuh oleh Adolf Hitler dan Nazi Jerman, korban genosida di Kamboja, Rwanda, Bosnia dan Herzegovina, dan Darfur.
Para tokoh Yahudi itu mengatakan ada kesamaan yang mengerikan antara peristiwa-peristiwa di Xinjiang, yang mana ada banyak bukti kampanye penindasan terhadap orang-orang Uighur, dan tragedi-tragedi bersejarah sebelumnya.
"Holocaust Memorial Day dirancang untuk mengingatkan kita tentang kekejaman yang bisa terjadi dan pelajaran penting yang perlu kita pelajari dari tahap awal ketidakpedulian dan keterlibatan yang memungkinkan tindakan terakhir penghancuran fisik ini," ucap Mia.
Jonathan Wittenberg, rabi senior Masorti Yudaism di Inggris, mengatakan Cina pada dasarnya melaksanakan kebijakan yang disengaja untuk menghancurkan orang Uighur melalui perlakuannya terhadap kelompok minoritas. "Seseorang tidak bisa diam saja sementara hal-hal seperti itu terjadi di dunia," katanya.
"Ini tentang kemanusiaan kita yang sama, dan itu panggilan bagi kita semua. Ada sesuatu yang sangat penting tentang tidak membiarkan penganiaya merasa seolah-olah mereka memiliki kekuatan untuk melakukan apapun yang mereka suka," tuturnya.
Menurut PBB, setidaknya satu juta orang Uighur, sebagian besar minoritas Muslim, telah ditahan di kamp konsentrasi di wilayah Xinjiang, yang berbatasan dengan delapan negara termasuk Afghanistan, Pakistan, dan India.
Pemerintah Inggris mengatakan narapidana di jaringan fasilitas telah menjadi sasaran pelanggaran hak asasi manusia termasuk penahanan sewenang-wenang, kerja paksa, penyiksaan dan sterilisasi paksa.
Cina menyangkal tuduhan itu dan mengklaim kamp-kamp itu adalah pusat pendidikan ulang. Para pejabat Cina telah lama bersikeras bahwa pendidikan dan pelatihan massal diperlukan di Xinjiang untuk melawan apa yang mereka sebut tiga kekuatan jahat ekstremisme, separatisme dan terorisme serta meningkatkan pembangunan ekonomi di sana.
Sumber: Tempo.co