SUKABUMIUPDATE.com - Empat hari berlalu sejak Pemilu AS ditutup, proses penghitungan suara belum menunjukkan tanda usai. Gugatan dari Donald Trump plus surat suara yang belum dihitung membuat proses itu berjalan lamai. Rakyat Amerika dibuat gelisah hingga mereka turun ke jalan untuk mengawal jalannya penghitungan suara. Beberapa di antaranya bahkan hadir sambil menenteng senjata api.
Dikutip dari Tempo.co, fenomena pengunjuk rasa bersenjata api menjadi sorotan dalam proses penghitungan suara Pemilu AS saat ini. Walau jumlah mereka tidak signifikan dan tidak ada korban, sejumlah pengamat mengkhawatirkan faktor keamanan di balik hal tersebut. Apalagi, senjata api yang dibawa tidak hanya pistol, tetapi juga shotguns atau senapan laras panjang dengan standar militer. Mereka khawatir hal itu menjadi kebiasaan.
"Semakin lama, orang-orang memandang hal itu (keberadaan senjata api di antara mereka) sebagai hal yang normal. Sebenarnya tidak. Tidak ada yang normal dari hal tersebut," ujar Cynthia Miller-Idriss, Professor American University yang mengajar ekstrimisme, Sabtu, 7 November 2020.
Pantauan lapangan menunjukkan para warga bersenjata api tersebut muncul di negara-negara bagian yang penghitungannya belum usai. Beberapa di antaranya adalah Pennsylvania, North Carolina, Georgia, Nevada, dan Arizona. Mereka bersiaga di depan kantor penghitungan suara, menanti hasil final untuk tahu siapa yang menang, apakah Donald Trump atau Joe Biden.
Para panitia penghitungan suara mengaku khawatir dengan keberadaan mereka. Sekali saja terjadi kerusuhan, keberadaan senjata api itu dianggap mereka bisa memicu situasi yang tidak diinginkan. Apalagi, tensi penghitungan suara kali ini sangat tinggi akibat perbeadaan suara yang begitu tipis plus klaim Donald Trump bahwa telah terjadi kecurangan.
Di Phoenix, Arizona, misalnya, kurang lebih ada 100 supporter Donald Trump yang berkumpul di depan kantor penghitungan suara. Di antara mereka, ada beberapa yang membawa senjata api. Mereka menyakini telah terjadi kecurangan, persis seperti yang dikatakan Donald Trump. Oleh karenanya, mereka menuntut para panitia penghitungan suara ditahan.
"Ketika nanti kami mengaudit proses penghitungan suara ini, kecurangan mereka akan terungkap," klaim aktivis konservatif, Charlie Kirk, di Phoenix.
Situasi serupa terjadi di Detroit, Michigan. Di sana, para pendukung Donald Trump berkumpul untuk mendesak penghitungan ulang. Di antara mereka, ada yang membawa senjata juga. Khawatir tidak aman, aparat di Detroit sampai meminta perkantoran untuk tutup dulu di masa penghitungan suara.
Pemerintah Negara Bagian Michigan, Oktober lalu, sempat mencoba mengeluarkan kebijakan untuk melarang keberadaan senjata api di lokasi Pemilu AS. Namun, kebijakan tersebut tertahan di Pengadilan Negara Bagian.
"Para pemilih di Michigan berhak untuk memilih dengan aman dan bebas dari intimidasi saat Pemilu AS digelar. Keberadaan senjata api bertentangan dengan semangat demokrasi yang berlaku," ujar Jaksa Agung Negara Bagian Michigan, Dana Nessel.
Ketika Pemilu AS belum digelar, keberadaan senjata api di antara demonstran sudah terjadi. Kasusnya mulai muncul sejak pembatasan sosial COVID-19 diberlakukan di Amerika. Beberapa kelompok konservatif, dengan bangga, membawa senjata api dengan klaim mengawal perkantoran yang dipaksa tutup untuk pengendalian COVID-19.
Hal itu menjadi salah satu isu penting dalam kampanye Joe Biden. Dalam janji kampanyenya, ia berkomitmen memperbaiki aturan kepemilikan senjata api agar tidak ada kepemilikan dan penggunaan yang tidak bertanggung jawab. Peran produsen senjata pun akan diperbesar dalam menangani dampak barang-barang produksi mereka.
Sumber: Tempo.co