Ternyata Jepang Tidak Melakukan Tes Corona Secara Masif, Ini Alasannya

Sabtu 02 Mei 2020, 13:00 WIB

SUKABUMIUPDATE.com - Mengapa Jepang tidak menerapkan karantina wilayah? Sejumlah teman saya dari seluruh dunia menanyakan hal itu kepada saya berulang kali.

Dilansir dari suara.com, tak mengherankan pertanyaan itu muncul, terutama jika melihat pandemi yang terjadi di Eropa.

Namun kemungkinan besar itu adalah pertanyaan yang keliru karena Taiwan, Hong Kong. Korea Selatan, dan mayoritas wilayah China tidak pernah benar-benar ditutup.

Bagi orang-orang yang ingin memahami apa yang terjadi di Jepang, pertanyaan yang sebenarnya penuh teka-teki adalah tentang jumlah tes Covid-19 yang sangat sedikit.

Selisih jumlah tes yang digelar Jepang bisa berbeda satu digit dibandingkan Jerman atau Korea Selatan. Ambil contoh Tokyo, kota dengan populasi 9,3 juta orang dan merupakan pusat epidemi Covid-19 di Jepang.

Sejak Februari lalu, hanya 10.981 orang di kota itu yang sudah menjalani tes Covid-19. Dari jumlah itu, sekitar 4.000 orang di antaranya positif mengidap penyakit tersebut.

Namun angka itu mengejutkan, karena jumlah tes yang dilakukan sangat kecil, sedangkan persentase orang yang dinyatakan positif Covid-19 begitu tinggi.

Angka itu memberi gambaran bahwa orang-orang di Jepang yang menjalani tes adalah mereka yang sudah jatuh sakit.

Faktanya, pedoman resmi untuk dokter di negara itu menyebut bahwa mereka hanya boleh merekomendasikan seseorang menjalani tes jika orang tersebut mengalami pneumonia atau infeksi paru-paru.

Menurut Kementerian Kesehatan Jepang, itulah alasan mengapa jumlah tes yang mereka lakukan hanya setengah dari kapasitas, bahkan setelah ada kebijakan resmi agar tes digelar lebih masif.

Fakta ini kemudian memunculkan sejumlah cerita menarik tentang mereka yang berusaha menjalani tes Covid-19.

Jordain Haley adalah warga Amerika Serikat yang bekerja di Jepang sebagai analis bisnis dan penerjemah sukarela. Melalui Skype, dia berkisah tentang kawannya, yang tak fasih berbahasa Jepang, yang berusaha menjalani tes.

Pada 10 April lalu, kawannya demam dan batuk. Dia menunggu empat hari seperti yang diatur dalam pedoman tes Covid-19.

"Ketika itu dia sulit bernapas dan pening karena kekurangan oksigen," kata Jordain

"Saya menghubungi pusat kontak Covid. Mereka menolak membantu. Mereka berkata, jika kawan saya sakit, maka saya seharusnya menghubungi ambulans," tuturnya.

Pada 15 April, kawannya datang ke klinik yang bisa melakukan pemeriksaan X-ray dada. Dokter di klinik itu menyebut kemungkinan teman Jordain mengidap Covid-19.

Akan tetapi, gejala medis yang dialaminya tidak sedemikian buruk sehingga perlu dilarikan ke rumah sakit. Dokter itu memulangkan dan meminta kawan Jordain untuk isolasi mandiri.

Pada malam keesokan harinya, Jordain mendapat telepon dari kawannya itu. Dia mengaku stres.

"Saya mendengar suara sirine ambulans saat telepon itu. Dia batuk dan suara napasnya nyaring sehingga saya tak mendengar jelas apa yang dia katakan," kata Jordain.

"Setelah dua jam, barulah rumah sakit menerimanya. Sepanjang waktu itu, pernapasannya semakin buruk," tuturnya.

Pihak rumah sakit melakukan X-ray dada ulang dan meminta temannya menjalani tes Covid-19 di pusat kesehatan setempat. Namun, sang dokter tidak bersedia memberi surat rekomendasi. Sebaliknya, dia dipulangkan menggunakan taksi.

"Mereka bilang kawan saya mesti membuka jendela taksi dan semuanya akan baik-baik saja," kata Jordain.

Pada 17 April, Jordain mengontak pusat kesehatan setempat. Selama dua jam dia dirujuk ke sejumlah bagian.

Jordain menjawab beberapa pertanyaan sebelum akhirnya dia berhasil membuatkan janji tes untuk kawannya. Tapi dia mendapat peringatan.

"Dia harus masuk dari pintu samping. Dia tidak boleh berkata kepada siapapun di mana lokasi tes. Itu bisa memicu kekacauan," ujar Jordain mengulang peringatan yang diterimanya.

Di luar konteks tekanan yang membuat seseorang menanggap kesehatannya dalam ancaman, mengapa semua kisah ini penting? Lagi pula angka kematian akibat Covid-19 di Jepang sangat rendah, di bawah 400 orang.

Di media sosial saya kerap diberitahu bahwa Jepang mengidentifikasi siapa yang benar-benar membutuhkan bantuan dan layanan kesehatan di negara itu mumpuni.

Dan itulah yang disebut mengapa sangat sedikit orang meninggal akibat penyakit ini.

Semua pemaparan tadi tidak keliru, menurut Kenji Shibuya, seorang profesor di Kings College London.

"Dari sudut pandang dokter, itu masuk akal," ujarnya.

"Lupakan kasus dengan gejala ringan dan fokuslah pada kasus dengan gejala akut. Selamatkan banyak nyawa. Pusatkan tes untuk orang-orang yang bergejala," kata dia.

Namun dari sudut pandang ilmu kesehatan masyarakat, menurut Shibuya, penolakan Pemerintah Jepang untuk menggelar lebih banyak tes sangat berisiko. Shibuya merujuk sebuah kajian yang dikerjakan Universitas Keio, Tokyo.

Pekan lalu, rumah sakit di kampus itu menerbitkan hasil penelitian mengenai tes Covid-19 yang dilakukan terhadap pasien tanpa gejala dan yang dirawat bukan dengan prosedur Covid.

Hasilnya, menurut penelitian itu, sekitar 6 persen pasien dinyatakan positif mengidap Covid-19.

Itu adalah contoh kecil dan tidak bisa digeneralisasi. Tapi Shibuya tetap menganggap hasil kajian itu 'sangat mengejutkan'.

"Kita benar-benar melewatkan banyak kasus tanpa gejala dan kasus dengan pasien yang mengalami gejala ringan," ujarnya.

"Jelas bahwa ada penyebaran virus di masyarakat. Saya sangat mencemaskan situasi ini."

Berapa banyak kasus yang dilewatkan? Dia tidak yakin. Namun merujuk penelitian Keio, Shibuya memperkirakan angkanya bisa 20 hingga 50 kali lebih besar dari data resmi. Artinya, antara 280 hingga 700 ribu orang di Jepang berpotensi terinfeksi Covid-19.

Tanpa tes yang lebih banyak, sulit untuk mengetahui angka persisnya. Namun bukti-bukti yang dikumpulkan dari beragam testimoni presonal mendukung gagasan bahwa jumlah kasus Covid-19 di negara itu lebih besar.

Di antara kasus kematian yang rendah di Jepang, dua di antaranya menimpa pelawak terkenal, Ken Shimura, dan aktris Kumiko Okae.

Kasus kematian lainnya juga menimpa orang-orang ternama seperti tujuh pesumo, pemandu acara televisi, dua mantan atlet bisbol, dan penulis film.

"Saat ini 70 hingga 80 persen kasus infeksi baru yang tercatat di Tokyo tidak muncul dalam klaster baru," kata Yoshitake Yokokura, pimpinan Asosiasi Kesehatan Jepang.

"Kita perlu melakukan lebih banyak tes dan mendapatkan hasilnya secepat mungkin," tuturnya.

Merujuk data resmi, jumlah kasus baru di Tokyo menurun selama sepekan terahir. Apa ini berita menggembirakan? Belum tentu.

"Saya ingin percaya bahwa jumlah benar-benar menurun, tapi jumlah tes yang dilakukan tidak cukup untuk mendukung data tersebut," kata Yokokura.

Situasi ini berdampak langsung pada kemampuan Jepang mencabut status darurat kesehatan yang akan berakhir 6 Mei mendatang.

"Tidak mungkin mencabut status itu dalam situasi seperti ini," kata Yokokura.

"Untuk mencabutnya, harus ada tren penurunan kasus yang berkelanjutan dan angka penularan yang juga harus di bawah itu," tuturnya.

Pekan ini Jepang masuki periode Golden Week atau periode libur tahunan terpanjang. Menurut keterangan Gubernur Okinawa Denny Tamaki, sekitar 60.000 orang sudah memesan penerbangan untuk berlibur ke wilayahnya.

Tamaki memohon mereka untuk membatalkan rencana itu.

"Saya minta maaf harus mengatakan ini tapi Okinawa sedang di bawah status darurat. Tolong batalkan perjalanan Anda ke Okinawa sekarang," ujarnya di media sosial.

Pekan depan cuaca di Jepang diperkirakan cerah dan panas. Banyak orang bakal terdorong untuk menuju ke pantai atau gunung, tanpa mengetahui beberapa di antara mereka bakal tertular virus corona.

Profesor Shibuya berkata Jepang perlu meninggalkan strategi penanganan Covid-19 yang saat ini dan meningkatkan jumlah tes.

"Tanpa tes yang luas, sangat sulit mengakhiri pandemi ini," tuturnya.

Sumber: Suara.com

Follow Berita Sukabumi Update di Google News
Simak breaking news Sukabumi dan sekitarnya langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita SukabumiUpdate.com WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaXv5ii0LKZ6hTzB9V2W. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Editor :
Berita Terkini
Food & Travel19 Januari 2025, 07:00 WIB

3 Resep Smoothies Buah untuk Sarapan Sehat di Pagi Hari, Cocok Buat Diet!

Smoothie populer di kalangan orang yang mencari gaya hidup sehat karena bisa menjadi cara enak untuk mengonsumsi lebih banyak buah dan sayuran.
Ilustrasi. Minuman Smoothies Buah, Sarapan Sehat di Pagi Hari untuk Diet. (Sumber : Freepik/@rorozoa)
Science19 Januari 2025, 06:00 WIB

Prakiraan Cuaca Jawa Barat 19 Januari 2025, Sedia Payung Sebelum Keluar Rumah

Sebagian besar wilayah Jawa Barat termasuk Sukabumi dan sekitarnya diperkirakan mengalami cuaca hujan di siang hari pada 19 Januari 2025.
Ilustrasi - Sebagian besar wilayah Jawa Barat termasuk Sukabumi dan sekitarnya diperkirakan mengalami cuaca hujan di siang hari pada 19 Januari 2025. (Sumber : Freepik.com/@pvproductions)
Sukabumi18 Januari 2025, 23:13 WIB

5 Tempat Jogging Nyaman Di Sekitar Kota Sukabumi untuk Menjaga Kesehatan

Bagi warga Sukabumi yang ingin menikmati manfaat olahraga ini, berikut adalah delapan tempat jogging yang nyaman dan cocok untuk meningkatkan kesehatan:
Rekomendasi tempat jogging yang ada di sekitar Kota Sukabumi | Foto : Istimewa
Nasional18 Januari 2025, 22:24 WIB

MUI Tolak Dana Zakat Dipakai untuk Makan Bergizi Gratis

Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas menolak anggaran program MBG diambil dari dana zakat. Menurutnya menggunakan dana zakat untuk mendukung program unggulan Presiden Prabowo tersebut bakal berpotensi menimbulkan masalah dan perbedaan
Kegiatan Dapur Umum Makan Bergizi Gratis Badan Gizi Nasional. Foto: IG/@badangizinasional.ri
Sukabumi18 Januari 2025, 20:39 WIB

Mulai Tahun Ini, Dinsos Sukabumi Akan Labelisasi Rumah Milik Peserta PBI

ebanyak 5.000 rumah warga tidak mampu di Kabupaten Sukabumi yang terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) penerima bantuan iuran (PBI) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi akan labelisasi rumah milik warga penerima PBI ABPB | Foto : shutterstock.com
Gadget18 Januari 2025, 20:00 WIB

Spesifikasi HP Oppo Reno 13 yang Dibekali CPU Mediatek Dimensity 8350 dengan RAM 12 GB

Oppo Reno 13 hadir sebagai salah satu seri Reno terbaru yang menawarkan desain elegan, performa tinggi, dan fitur-fitur menarik lainnya.
Oppo Reno 13 hadir sebagai salah satu seri Reno terbaru yang menawarkan desain elegan, performa tinggi, dan fitur-fitur menarik lainnya. (Sumber : oppo.com).
Keuangan18 Januari 2025, 19:54 WIB

Jelantah Bisa Jadi Rupiah, Begini Cara Jual Minyak Goreng Bekas Ke Pertamina Rp 6000 / Liter

Minyak jelantah yang biasanya dibuang, kini bisa menjadi rupiah, dengan cara dijual ke Pertamina. Untuk apa Pertamina mengumpulkan minyak jelantah dan bagaimana cara menjualnya ke Petamina?
Cara jual jelantah ke Pertamina | Foto : Dok. Pertamina
Sukabumi18 Januari 2025, 18:29 WIB

Dinkes Apresiasi Operasi Katarak Gratis Polres Sukabumi, Sasar 200 Pasien

Ratusan pasien mengidap katarak melaksanakan oprasi di Mako polres Sukabumi yang berada di raya Jajaway, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, pada Sabtu (18/1/2025).
Puluhan pasien sedang antri untuk melaksanakan oprasi katarak di Mako Polres Sukabumi, Minggu (18/1/2024)  |  Foto : Ilyas Supendi
Life18 Januari 2025, 18:00 WIB

Amalkan Doa Ini Insya Allah Rezeki datang dari Segala Penjuru!

Membaca doa rezeki adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memohon rezeki yang halal dan berkah.
Ilustrasi berdoa - Membaca doa rezeki adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memohon rezeki yang halal dan berkah.(Sumber : Foto: Pixabay.com)
Sukabumi18 Januari 2025, 17:55 WIB

Sidak Peternakan Sapi Tak Berizin Di Cicurug, Ini Arahan DPMPTSP Sukabumi

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi melakukan inspeksi ke eks gedung garmen yang kini digunakan sebagai ternak sapi di Kampung Nangklak, RT 06/06, Desa Tenjoayu, Kecamatan Cicurug
DPMPTSP Kabupaten Sukabumi inspeksi ke eks gedung garmen yang kini digunakan sebagai kandang sapi di Desa Tenjoayu, Kecamatan Cicurug, Sabtu (18/1/2025) | Foto : Istimewa