SUKABUMIUPDATE.com - Federico Sirianni, penyanyi dan penulis lagu dari Turin, Italia, biasa bermain dalam pertunjukan kecil di lingkungannya. Dilansir dari tempo.co, tapi kini bermain musik menjadi luar biasa. Saat Italia diisolasi, ia berkolaborasi dengan musisi Federica Magliano, untuk memainkan konser langsung di balkon gedung rumah mereka. Menghibur tetangga mereka yang dikarantina, semuanya jadi terasa berbeda saat wabah virus corona melanda.
“Anda benar-benar bisa merasakan rasa heran di antara mereka yang menonton kami dari balkon, Banyak orang berterima kasih kepada kami, karena membuat mereka merasa tidak begitu kesepian," kata Sirianni kepada BBC.
Seperti jutaan orang Italia, Sirianni telah dikarantina di rumahnya sejak negara itu mengeluarkan penguncian nasional pada 9 Maret, untuk memperlambat penyebaran virus corona. Dan, seperti jutaan orang yang sedang menjalani karantina, Sirianni menemukan kembali balkonnya sebagai penghubung ke dunia luar dan sumber harapan, serta koneksi pada saat isolasi paksa.
Pada bulan lalu, orang-orang Italia yang dikarantina mengumandangkan lagu kebangsaan secara serentak dari balkon rumah mereka. Warga juga meluncurkan kembang api, menyanyikan opera dan memuji pekerja medis dalam upaya untuk meningkatkan moral kolektif negara.
Kini, seremoni dari balkon di Italia itu menginspirasi berbagai negara. Warga dunia berkomunikasi dari balkon terjadi di Madrid hingga ke Mumbai, Chicago ke Zhejiang, hingga dari Hamburg ke Alexandria. Balkon tiba-tiba menjadi pusat perhatian dan mengingatkan warga, mengenai pentingnya melihat di luar dan terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.
Namun, terlepas dari balkon menemukan fungsi baru, balkon merupakan platform kuno yang telah lama digunakan untuk memikat, menyatukan, dan menginspirasi massa. Lagi pula, salah satu adegan paling terkenal dan romantis dalam sastra Barat, dari karya Romeo dan Juliet karya Shakespeare, dimainkan di balkon.
Di Cape Town, Afrika Selatan, terdapat balkon di mana Nelson Mandela yang baru dibebaskan memandang massa dan menjanjikan babak baru dalam sejarah Afrika Selatan. Dan dari balkon di Vatikan, Paus masih memberkati jutaan orang setiap hari Minggu.
Balkon telah menjadi kebutuhan pokok arsitektur selama ribuan tahun. Peran mereka telah berevolusi untuk beradaptasi dengan budaya dan kebiasaan setempat selama berabad-abad. Dalam bukunya Sunlight and Shade in the First Cities, arkeolog perkotaan Mary Shepperson menyebut bahwa balkon berasal dari 3.000 tahun SM di Iran.
“Orang-orang Mesopotamia kuno membangun tembok pembatas untuk menaungi jalan dari matahari yang terik. Namun, pada 1.400 SM, banyak sejarawan percaya bahwa Myceneans telah mulai membangun balkon di tempat yang sekarang disebut Yunani untuk tujuan yang berlawanan: untuk meningkatkan cahaya alami dan ventilasi udara,” ujar Shepperson.
Di Mesir Kuno, arkeolog Inggris Barry Kemp menguraikan "istana-balkon" dirancang sebagai "latar teater" bagi para pemimpin untuk tampil di hadapan rakyatnya. Salah satu balkon paling awal, maenianum, adalah platform terbuka bagi kaisar dan senator untuk menyaksikan gladiator bersaing di Colosseum dan dilihat oleh publik.
Pada awal Perang Dunia Kedua, Adolf Hitler mengumumkan aneksasi Austria dari balkon Istana Kekaisaran di Wina. Dan tujuh tahun kemudian, Winston Churchill bergabung dengan keluarga kerajaan Inggris di balkon di Istana Buckingham untuk merayakan berakhirnya perang.
Seiring berevolusinya balkon, desainnya menjadi lebih rumit. Dimulai pada Abad Pertengahan, balkon mashrabiya tertutup dengan hiasan kisi-kisi, dibangun di sebagian besar dunia Arab untuk menikmati angin segar sambil mematuhi hukum privasi Islam. Dalam Renaissance, balkon balustraded menjadi perlengkapan banyak bangunan Italia setelah arsitek Donato Bramante mengungkap desain Palazzo Caprini-nya yang terikat-bannister di Roma.
Venesia sangat terkenal dengan banyak balkonnya, karena para arsitek mencari cara untuk menawarkan akses ke udara segar di kota yang sempit. Bagi pengunjung dari Eropa utara, melihat platform berbingkai seperti itu seperti keanehan eksotis.
Bahkan dalam perjalanannya pada 1611, pelancong Inggris Thomas Coryat menjelaskan bahwa hanya di Italia, ia telah mengamati keberadaan "teras-teras kecil". Bangunan itu bertujuan sebagai tempat orang merenung dan melihat bagian-bagian kota di sekelilingnya di malam hari yang dingin.
Pada abad ke-19, Eropa mengalami periode urbanisasi yang intens dan balkon kemudian menjadi simbol gaya hidup metropolitan modern, menginspirasi banyak penulis, penyair dan seniman. Pelukis Perancis, Eduard Manet, menghebohkan dengan karyanya pada tahun 1869, The Balcony, dengan potret orang urban yang melihat kehidupan jalanan dari balkon.
Lukisan itu, menyebabkan seorang kritikus menyatakan, "Tutup jendela!" Pelukis Italia Umberto Boccioni menggambarkan intensitas kehidupan perkotaan abad ke-20 dalam karyanya tahun 1911, The Street Enters the House, di mana suara jalanan dan kekacauan tampaknya memasuki ruang pribadi sebuah rumah melalui balkon.
Menurut Sheila Crane, ketua Departemen Sejarah Arsitektur di Universitas Virginia, bagian dari daya tarik kolektif manusia dengan balkon terletak pada posisi unik mereka sebagai gateway. "Balkon bertindak sebagai ruang terbatas yang menjembatani kehidupan publik dan privat," katanya.
Sumber : tempo.co