SUKABUMIUPDATE.com - Dewan Keamanan PBB (DK PBB) untuk pertama kalinya menggelar pertemuan membahas virus Corona sejak wabah itu pecah pada akhir Desember lalu.
Dilansir dari tempo.co, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres secara pribadi memberi penjelasan singkat tentang pertemuan dewan beranggotakan 15 negara secara virtual tentang penyakit tersebut, yang sejauh ini telah menginfeksi sekitar 1,5 juta orang dan membunuh 90.000 lainnya di lebih dari 200 negara dan wilayah, dikutip dari Reuters, 10 April 2020.
"Pandemi juga merupakan ancaman signifikan bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, yang berpotensi mengarah pada peningkatan keresahan sosial dan kekerasan yang akan sangat merusak kemampuan kita untuk melawan penyakit ini," kata Guterres kepada dewan.
"Keterlibatan Dewan Keamanan akan sangat penting untuk mengurangi dampak perdamaian dan keamanan dari pandemi COVID-19. Memang, sinyal persatuan dan ketetapan hati dari Dewan akan sangat berarti pada saat yang mencemaskan ini," katanya.
Sebagian besar diplomat menyalahkan kelambanan Dewan Keamanan atas pandemi di Amerika Serikat dan Cina.
Cina enggan untuk melibatkan DK PBB, dengan alasan itu bukan mandat dewan, sementara Washington bersikeras bahwa setiap tindakan dewan harus mengacu pada asal-usul virus. Tudingan AS membuat Cina gerah. Virus Corona baru, yang menyebabkan penyakit pernapasan COVID-19, pertama kali muncul di kota Wuhan di Cina akhir tahun lalu.
"Bukanlah hal yang tepat mendiskusikan tentang penamaan virus. Itu COVID-19...dan itu merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional dan Dewan Keamanan seharusnya sudah menyatakannya sebelumnya," kata seorang diplomat senior Eropa, yang berbicara dengan syarat anonim.
Duta Besar Cina untuk PBB, Zhang Jun, mengatakan kepada Dewan Keamanan pada hari Kamis bahwa mereka harus menolak tindakan stigmatisasi dan politisasi. Presiden AS Donald Trump, yang menyebut virus corona sebagai virus Cina, bulan lalu mengatakan Beijing seharusnya bertindak lebih cepat untuk memperingatkan dunia.
"Untuk mengatasi tantangan global ini, solidaritas, kerja sama, dukungan, dan bantuan timbal balik adalah apa yang kita butuhkan, sementara saling tuduh dan menunjuk kambing hitam tidak akan menghasilkan jalan keluar," kata Zhang.
Dalam beberapa minggu terakhir, anggota dewan telah menegosiasikan dua rancangan resolusi. Kelima negara yang memiliki hak veto (Amerika Serikat, Cina, Prancis, Rusia, dan Inggris) telah membahas naskah Prancis. Sepuluh anggota yang tersisa, dipilih untuk masa jabatan dua tahun, telah mendiskusikan draf Tunisia.
Dewan bertemu pada hari Kamis atas permintaan sembilan anggota terpilih. Setelah pertemuan tersebut, dewan mengeluarkan pernyataan singkat, disepakati dengan konsensus, yang menyatakan dukungan untuk upaya Guterres mengenai dampak potensial pandemi COVID-19 terhadap negara-negara yang terkena dampak konflik.
Sebuah resolusi oleh DK PBB dapat mendukung seruan Guterres untuk gencatan senjata dalam konflik di seluruh dunia, mendorong akses untuk pengiriman bantuan kemanusiaan untuk melawan virus Corona dan mendesak pendekatan global terkoordinasi untuk menghadapi wabah tersebut.
Tetapi Dewan Keamanan tidak bisa berbuat banyak tentang penanganan virus Corona itu sendiri atau mengatasi konsekuensi ekonomi dari pandemi, kata Richard Gowan, direktur AS untuk think-tank International Crisis Group.
Resolusi membutuhkan sembilan suara yang mendukung dan tidak ada veto yang diajukan. DK PBB telah menangani masalah kesehatan publik global di masa lalu, mengadopsi resolusi pada tahun 2000 dan 2011 tentang HIV/AIDS dan krisis Ebola di Afrika Barat pada tahun 2014, ketika menyatakan wabah itu ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional.
Guterres mengatakan kepada DK PBB bahwa wabah virus Corona adalah pertarungan satu generasi dan raison d'etre (tujuan utama) dari PBB sendiri.
Sumber : tempo.co