SUKABUMIUPDATE.com - Di tengah wabah virus corona (Covid-19) banyak perusahaan besar harus mengalami kerugian bahkan sebagian sektor usaha satu per satu tumbang akibat pandemi ini. Dilansir dari kumparan.com, sebut saja industri perhotelan, maskapai penerbangan, sektor wisata hingga Event Organizer sekalipun.
Namun, ada satu pengusaha yang justru mendapatkan keuntungan hingga Rp 64 T dalam kurun waktu 3 bulan sejak merebaknya virus corona.
Kalau kamu salah satu pengguna aplikasi Zoom untuk belajar, rapat online atau melakukan konferensi video dengan teman. Maka sudah dipastikan kamu salah satu orang yang menyumbang kekayaan kepada bos Zoom, yakni Eric Yuan.
Melansir dari Business Insider, kekayaan yang diperoleh pria imigran asal China ini berasal dari peningkatan harga saham Zoom yang dilisting di bursa saham Amerika Serikat. Harga saham Zoom yang tadinya di bawah US$ 70 per saham menjadi US$ 150 per saham.
Kenaikkan tersebut bukan tanpa alasan, karena virus corona telah meningkatkan popularitas aplikasi zoom, apalagi dengan diberlakukannya social distancing dan work from home oleh sebagian warga negara di dunia. Terbukti, pada Desember 2019 pengguna aplikasi ini hanya 10 juta tetapi di akhir Maret 2020 sudah menyentuh angka 200 juta pengguna per hari.
Mayoritas kekayaan Eric Yuan sebesar US$ 7,57 miliar atau setara Rp 121,12 triliun (asumsi kurs Rp 16.000 per dolar) didapat dari 19 persen sahamnya di Zoom. Bahkan namanya sebelum 2020 tidak termasuk dalam jajaran orang terkaya, namun kini sudah berada di posisi 225 dari 500 orang terkaya di dunia versi Bloomberg.
Ternyata di balik suksesnya Eric Yuan, ada kisah menarik yang patut kita simak untuk dijadikan suatu pembelajaran. Sebenarnya pria berusia 59 tahun ini merupakan imigran asal China yang mengadu nasib di Amerika Serikat.
Yuan hanyalah orang biasa pada awalnya, saat berusia 20 tahun ia tengah bekerja di sebuah perusahaan Jepang selama beberapa bulan, ketika itu ia terinspirasi dari pidato Bill Gates, sang miliarder pendiri Microsoft.
Dari sana ia tertarik kepada internet dan memutuskan untuk pindah ke Amerika Serikat tepatnya di Silicon Valley dengan niat untuk mendapatkan kerier yang lebih menjanjikan.
Lantas ketika pindah, apakah ia langsung sukses mendirikan Zoom? Tentu tidak, karena visa pertama Yuan saat itu ditolak oleh AS, namun hal tersebut tak membuatnya putus asa. Ia selalu mencoba selama dua tahun hingga akhirnya visa miliknya dapat lolos dalam percobaan yang ke-9.
Saat Yuan ke Amerika, kemampuan Bahasa Inggrisnya sangat minim, namun karena ia merupakan Sarjana matematika dan Master di bidang teknik akhirnya selama beberapa tahun pertama bekerja ia sibuk untuk mengurusi kode dalam komputer saja.
Setelah itu ia mendapat pekerjaan di perusahaan WebEx. Pada 2007 perusahaan tersebut diakuisisi oleh Cisco dan di sana Eric Yuan diangkat menjadi Wakil Presiden Korporat Teknik.
Hubungan LDR dengan Pacar Menginspirasi untuk Membuat Zoom
Eric Yuan dan sang istri. Foto: Zimbio.com
Tentunya kita tahu, setiap pembuatan aplikasi ada latar belakang yang mendasari mengapa hal tersebut diwujudkan. Begitu juga dengan Zoom, bermula dari hubungan jarak jauh antara Yuan dengan pacarnya saat di China. Ketika itu mereka terdaftar di dua perguruan tinggi berbeda, 10 jam perjalanan harus Yuan tempuh jika ingin bertemu dengan pujaan hati.
“Saya hanya bisa melihatnya dua kali setahun dan butuh lebih dari 10 jam untuk sampai ke sana dengan kereta api. Usia saat itu sangat muda, 18 atau 19 tahun, dan saya berpikir akan sangat luar biasa jika ada perangkat yang hanya mengklik tombol saja sudah bisa melihat dan berbicara dengannya,” ujar Eric Yuan seperti dikutip dari Forbes (6/3/2017).
Singkat cerita, pada 2011 Eric Yuan berhasil mendirikan Zoom dan ia berpikir keras bagaimana produknya menghadirkan sesuatu yang berbeda dari Skype milik Microsoft, Hang Outs milik Google dan Cisco perusahaan terdahulu yang masih memimpin dalam video konferensi.
Ia juga berpikir untuk membuat sistem konferensi yang lebih ramah dan menyenangkan untuk pengguna, sampai saat ini akhirnya Zoom dikenal dengan layar belakang virtualnya yang bisa diubah seolah-olah berada di pantai atau di depan jembatan Golden Gate. Agaknya itu menjadi ciri khas Zoom dibandingkan aplikasi yang lain.
Eric Yuan mengalami masa sulit dalam pembuatan Zoom, ia sempat diragukan hingga tidak bisa meyakinkan investor mana pun untuk mendukung usaha barunya, jadi dia meminjam uang dari teman dan keluarga untuk meluncurkan aplikasi.
Berbagai penolakan yang tidak terhitung jumlahnya ia terima, tetapi pada dasarnya mempunyai daya juang yang tinggi hal yang dianggap mustahil akhirnya bisa diterapkan.
Bahkan ketika itu sang istri sempat mempertanyakan keputusan Yuan meninggalkan Cisco, apalagi dirinya sudah memiliki jabatan yang tinggi di perusahaan tersebut.
Namun dengan tegasnya Yuan berkata jika ia tahu ini akan menjadi perjalanan yang panjang dan sulit, tetapi jika ia tidak mencoba, maka ia akan menyesal seumur hidup.
Walaupun Kaya Tetap Menjalani Hidup yang Sederhana
Tampilan aplikasi Zoom. Foto: pcmag.com
Label salah satu orang terkaya di dunia tak mengubah Eric Yuan dari kesederhanaan yang ia miliki, bahkan ia dikenal tidak sering melakukan perjalanan ke luar negeri, terhitung Yuan hanya melakukan delapan kali perjalanan kerja dalam 5 tahun terakhir.
Walaupun ia tergabung ke dalam grup Three Comma Club sebuah nama yang disandang sebagai kumpulan miliarder berpengaruh menurut Forbes, nyatanya ia menjalani gaya hidup yang tidak mencolok layaknya orang biasa pada umumnya.
Baru-baru ini bahkan Eric Yuan menggratiskan aplikasi video konferensinya untuk bisa diakses di sejumlah sekolah K-12 atau pendidikan dari TK hingga kelas 12 di Amerika Serikat.
Sementara itu, Yuan mengatakan kekayaan barunya ini tidak begitu menggairahkan, mungkin jika ia masih berusia 25 tahun akan sangat bersemangat dengan hal itu, namun menginjak kepala 5 uang tidak begitu memberi kebahagian untuk dirinya.
Ia berharap perubahan seperti ini bukan hanya sementara melainkan permanen apalagi melihat millenial yang sadar betul bagaimana harus menyelesaikan pekerjaan tanpa harus pergi ke kantor.
“Virus corona hanyalah katalisator, cepat atau lambat ini akan menjadi normal kembali, karena dunia bukan milik kita lagi, melainkan generasi muda,” tutupnya seperti disampaikan melalui The Telegraph.
Sumber: Kumparan.com