SUKABUMIUPDATE.com - Perdana Menteri India Narendra Modi boleh jadi kepala pemerintahan pertama yang meminta maaf secara terbuka akibat ketidakbecusan dalam memutus rantai penularan virus Corona.
Dilansir dari tempo.co, Modi mengakui keputusan lockdown tidak didahului dengan perencanaan matang. Sehingga niat mau memberangus Corona, malah menghancurkan hidup para pekerja lepas harian yang terpaksa jadi pengangguran dan memutuskan mudik karena tidak ada pilihan lain untuk bertahan di kota akibat lockdown.
Ribuan pekerja lepas bersama istri dan anak-anak mereka berjalan kaki beratus-ratus kilometer ke desa tempat tinggal mereka untuk bertahan hidup. Lockdown telah menutup operasional transportasi umum.
Lockdown yang diberlakukan selama 21 hari sejak Rabu pekan lalu membuat seluruh aktivitas bisnis dihentikan termasuk transportasi umum, sekolah dan kampus ditutup, dan pembangunan konstruksi dihentikan. Sebanyak 80 kota di sejumlah negara bagian di India berstatus lockdown di antaranya New Delhi, Mumbai, Kolkata, Chennai, dan Bengaluru.
Warga India diperintahkan tinggal di dalam rumah dan polisi memantau dengan ketat aturan dilarang keluar rumah.
Setelah memohon maaf pada hari Minggu, 29 Maret 2020, Modi tidak membatalkan atau mencabut lockdown. Meski langkah itu sudah memakan korban lebih dari 5 warga miskin India yang bukan penderita virus Corona.
Dengan sisa waktu dua minggu lagi, Modi berupaya memperbaiki lockdown agar tidak merugikan warga yang hidup dalam kemiskinan di India. Bersamaan itu, penularan virus Corona di India terus meningkat.
Modi kemarin melakukan pembicaraan dengan hampir semua duta besar India untuk membagikan informasi tentang pengalaman mereka menyaksikan negara tempat mereka bertugas memutus rantai penularan virus Corona.
Di akhir pertemuan itu, Modi sebagaimana laoran Times of India tidak menjelaskan dengan rinci langkah perbaikan yang dilakukan sehubungan chaos akibat lockdown dilakukan tanpa perencanaan matang.
Menurut Channel News Asia, India tidak akan memperpanjang lockdown setelah menyaksikan dampak yang tidak masuk dalam pertimbangan para pengambil keputusan.
Kasus virus Corona di India, tidaklah separah di Cina, Italia, Amerika Serikat, atau Spanyol. Setidaknya data resmi Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah kasus infeksi ada 1.071 kasus dan 29 orang tewas.
Apa pelajaran berharga dapat dipetik dari Cina, Italia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat dalam penanganan pandemi virus Corona?
Badan Kesehatan Dunia, WHO, memuji Cina yang melakukan langkah tegas dan tepat dengan melakukan lockdown total Wuhan, ibukota provinsi Hubei. Kemudian lockdown diterapkan ke seluruh wilayah Hubei sejak 23 Januari lalu.
Wuhan terkunci dari dunia luar. Ribuan orang tewas dan ratusan ribu orang terinfeksi virus Corona. Hubei kehilangan triliun rupiah akibat lumpuhnya perekonomian.
Namun, dalam tempo 3 bulan lockdown, jumlah kasus dan kematian akibat virus turun cepat di Wuhan dan Hubei. Pada 8 April ini, Wuhan bebas dari lockdown.
Presiden Xi Jinping membuat keputusan bersejarah yang belum pernah terjadi dengan membuat Hubei bagai kota mati selama 2 bulan. Sekitar 300 perusahaan termasuk perusahaan-perusahaan asing di kota terbesar nomor empat di Cina tutup. Pemerintah memasok semua kebutuhan warga hingga dipastikan tidak ada yang kelaparan maupun kesulitan akses kesehatan.
Namun Amerika Serikat, Italia, dan Spanyol sepertinya kesulitan membuat kebijakan atau setidaknya memetik pelajaran dari Cina dalam memutus rantai penularan virus Corona.
Justru, jumlah kasus infeksi dan kematian akibat Corona melampaui apa yang terjadi di Cina. Mengapa?
Time melaporkan, kurang dari sebulan sejak virus Corona menjangkiti Italia dengan diawali temuan tiga kasus di kota wisata terkenal Lombardy, jumlah kematian sudah mencapai 463 orang dan sedikitnya 9.172 orang terinfeksi virus di seluruh negeri.
Jumlah kasus infeksi virus Corona meningkat 50 persen pada 8 Maret saja.Setelah situasi demikian parah, Perdana Menteri Giuseppe Conte baru memutuskan pemberlakukan lockdown. "Tidak ada waktu lagi," ujarnya.
Lockdown di seluruh Italia diputuskan berlangsung hingga 3 April ini.
Dalam waktu cepat, jumlah kematian dan kasus infeksi Italia pun melampaui Cina yakni 11.591 orang per 30 Maret. Situasi Corona di Italia pun dilaporkan yang terburuk di Eropa.
Virus ini menyebar cepat di Italia, menurut keyakinan beberapa pejabat Italia disebabkan keberadaan virus itu tidak terdeteksi. Alasan lain, virus sebagian besar menyerang para lansia dengan imunitas tubuh lemah dan memiliki riwayat penyakit terkait pernafasan. Ini terkait dengan Italia sebagai negara dengan tingkat harapan hidup tertinggi di dunia dan Eropa. Sehingga warga Italia banyak berusia di atas 65 tahun.
Sebenarnya sebulan sebelum kasus pertama Corona ditemukan, Kementerian Kesehatan Italia telah membuat gugus tugas untuk mengendalikan virus Corona, Italia menjadi negara pertama dalam Uni Eropa yang melarang semua penerbangan dari dan ke Cina.
Namun, kebijakan itu mengandung sejumlah kelemahan seperti ada celah bagi orang-orang yang masuk ke Italia dengan penerbangan transit, tidak menjelaskan asal negara keberangkatannya ke Italia. Sehingga penularan virus tidak terdeteksi.
Setelah situasi semakin buruk, pemerintah Italia baru mengeluarkan kebijakan lockdown disertai tindakan tegas bagi pelanggarnya. Mulai dari menutup seluruh penerbangan, menjatuhkan sanksi denda bagi mereka yang pergi ke luar tanpa izin, semua kegiatan publik dilarang termasuk sekolah ditutup.
Seluruh tahanan juga dilarang menerima tamu, sehingga memicu protes di 27 penjara.
Siapa saja yang melanggar lockdown dijatuhi hukuman maksimal 3 bulan penjara atau denda $ 234.
WHO memuji langkah pemerintah Italia. "Langkah berani dan membuat pengorbanan yang tulus," ujar WHO.
Sayangnya, Italia membayar sangat mahal dengan kehilangan 11 ribu warganya.
Kerap mengejek Cina bahkan mempersalahkan negara ini atas pandemi Corona, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuai kritik dari sejumlah gubernur negara bagian atas kelambanan membuat keputusan untuk menekan penularan virus itu.
Hingga berita ini dilaporkan, jumlah kasus infeksi virus Corona di AS melampau Cina dan Italia hanya dalam kurun waktu kurang dari sebulan sejak kasus pertama dilaporkan, yakni 160.698 kasus dan kematian mencapai 3.003 orang.
Trump membatalkan lockdown yang diberlakukan Gubernur New York Andrew Cuomo karena akan melumpuhkan kota itu.
Cuomo melakukan lockdown untuk New York sejak Minggu malam, 29 Maret. Namun Presiden Trump mengejek Cuomo terlalu ketakutan dan berlebihan dalam menyikapi situasi Corona.
"Lockdown tidak diperlukan," kata Trump melalui Twitter. Sebagai gantinya, Trump mengeluarkan travel advisory atau imbauan perjalanan.
Beberapa negara bagian di AS melakukan kebijakan parsial dengan pembatasan pergerakan keluar masuk ke wilayah mereka dengan mengetatkan pemeriksaan di perbatasan dan meminta setiap pendatang melakukan karantina mandiri.
Trump dan parlemen sepakat menyiapkan dana stimulus terbesar dalam sejarah AS yakni US$ 2 triliun atau Rp 32.800 triliun untuk membantu perekonomian akibat pandemi Corona.
Presiden Trump percaya diri bahwa pemerintahannya siap menghadapi puncak penularan virus Corona dengan ketersediaan alat bantu pernapasan, penerapan jaga jarak atau social distancing, dan kesiapan tenaga medis serta rumah sakit.
Sumber : tempo.co