SUKABUMIUPDATE.com - Perdana Menteri Jacinda Ardern, mengatakan panggilan salat atau azan untuk salat Jumat pada pekan ini akan disiarkan secara nasional pasca serangan teror di Selandia Baru.
Pemerintah juga menggelar sesi mengheningkan cipta selama dua menit pada Jumat besok untuk mengenang para korban serangan teror di Kota Christchurch, Selandia Baru, yang terjadi pada Jumat, 15 Maret 2019.
“Ada keinginan untuk menunjukkan dukungan kepada komunitas Muslim seiring mereka kembali ke masjid pada Jumat ini,” kata Ardern kepada media seperti dilansir Reuters pada Kamis, 21 Maret 2019.
Saat ini, proses pembersihan dan perbaikan masjid Al Noor terus berjalan. Ini karena ada bekas tembakan di bangunan masjid ini saat pelaku penyerangan Brenton Harrison Tarrant, 28 tahun, melakukan aksi kejinya menembaki jamaah salat Jumat dengan senapan AR-15 semiotomatis.
41 orang korban tewas di masjid Al Noor. Sedangkan 7 orang korban tewas di masjid Linwood. Dua orang korban meninggal di rumah sakit saat penanganan medis. Saat ini, masih ada sekitar 30 orang korban penembakan menjalani perawatan intensif di sejumlah rumah sakit termasuk sembilan orang dalam kondisi kritis.
Pada Rabu kemarin, sejumlah anggota geng dari kelompok yang bersaing menyatu dan menarikan tarian Haka dari suku Maori, yang merupakan penduduk asli Selandia Baru, di dekat masjid sebagai bentuk dukungan. Sekelompok orang juga menyanyikan lagu nasional Selandia Baru menjelang matahari terbenam di lokasi penembakan.
Dewan Imam Nasional Australia meminta para imam untuk mendedikasikan khotbah Jumat pekan ini untuk mengenang serangan teror terhadap jamaah dua masjid di Selandia Baru. Tarrant, seperti dilansir News, merupakan warga asal Kota Grafton, New South Wales, Australia, yang telah bermukim sekitar dua tahun di Kota Dunedin, Selandia Baru.
Tarrant merencanakan aksi terornya di Kota Christchurch sejak 2-3 bulan lalu. Dia mengaku ingin mengurangi angka imigrasi ke negara-negara Eropa dengan aksi brutalnya itu.
“Ini merupakan tragedi kemanusiaan dan internasional, bukan banya tragedi bagi Muslim dan Selandia Baru. Tindakan teror ini muncul untuk memecah belah kita. Kami menolak ini dan semua bentuk serta caranya. Dan kami akan tetap bersatu dan kokoh,” begitu pernyataan dari Dewan Imam.
Tarrant, yang diduga terinspirasi kelompok supremasi kulit putih, telah menjalani persidangan perdana pada Sabtu, 16 Maret 2019 dengan dakwaan pembunuhan dan ancaman hukuman seumur hidup. Selandia Baru tidak mengenal jenis hukuman mati. Dia akan kembali menjalani persidangan pada 5 April 2019 tanpa didampingi pengacara karena keinginannya. Aksi teror di Selandia Baru merupakan tindak kejahatan terparah dalam sejarah negara Kiwi.
Sumber: Tempo