SUKABUMIUPDATE.com - Sebuah serangan granat di sebuah masjid di Filipina selatan pada Rabu dini hari menewaskan dua orang. Serangan ini terjadi hanya beberapa hari teror bom di Filipina.
Dikutip dari TIME, 30 Januari 2019, serangan terjadi setelah tengah malam di Zamboanga, sebuah provinsi yang dihuni mayoritas Kristiani di kawasan Minanao. Zamboanga terletak di barat laut kepulauan yang dihuni mayoritas Muslim pada pemboman katedral yang menewaskan 27 orang.
Sebuah granat yang dilemparkan ke dalam masjid di Kota Zamboanga menewaskan sedikitnya 2 dan melukai 4 lainnya sekitar 20 menit lewat tengah malam pada hari Rabu, menurut laporan Rappler.
Menurut laporan awal polisi, seorang tersangka tak dikenal mematikan lampu jalan di dekatnya kemudian melemparkan sebuah granat ke dalam masjid di Logoy Diutay, Barangay Talon-Talon di Kota Zamboanga, tempat para pemimpin agama Muslim beristirahat.
Dua korban dinyatakan meninggal pada saat polisi tiba. Polisi mengidentifikasi mereka sebagai Habil Rex, 46 tahun, dan Bato Sattal, 47 tahun.
Kolonel Leonel Nicolas mengatakan kepada Reuters serangan granat bukan aksi balasan. Militer Filipina berupaya mencegah penyebaran misinformasi dan meminta masyarakat tidak bersepekulasi di media sosial.
Serangan terjadi beberapa jam setelah Presiden Rodrigo Duterte berpidato tentang pemboman katedral di televisi. Dia mengatakan bahwa serangan di Pulau Jolo, sarang milisi, mungkin merupakan bom bunuh diri.
Pernyataannya bertentangan dengan pejabat keamanan yang menyatakan bukan bom bunuh diri, tetapi persis dengan klaim akun yang diyakini milik ISIS, yang mengklaim bertanggungjawab atas serangan itu. Jika dikonfirmasi, itu akan menjadi salah satu kasus serangan bunuh diri pertama yang diketahui di Filipina.
Serangan teror telah mengganggu para pemilih yang akan menentukan otonomi lebih besar di Selatan, yang diharapkan bisa memadamkan kekerasan separatis sejak lama.
Dikutip dari Channel News Asia, pemberontak dan pemerintah di Manila telah menyatakan harapan bahwa apa yang disebut daerah Bangsamoro pada akhirnya akan menarik investasi yang diperlukan untuk menarik daerah itu dari kemiskinan parah yang kerap jadi alasan perekrutan radikal.
Namun, faksi garis keras yang selaras dengan ISIS bukan bagian dari proses perdamaian selama puluhan tahun dengan kelompok separatis terbesar negara itu, Front Pembebasan Islam Moro, yang mencapai puncaknya pada 21 Januari dengan persetujuan dari daerah yang dipimpin Muslim di selatan.
Jolo, yang merupakan rumah bagi faksi-faksi Islam garis keras, adalah satu-satunya daerah di Filipina selatan yang memberikan suara menentang Bangsamoro, di mana pemimpinnya secara terbuka menentang wilayah tersebut dan bahkan meminta pengadilan tinggi negara untuk menghentikan pemungutan suara.
Sumber: Tempo