SUKABUMIUPDATE.com - Pengunduran diri Jim Yong Kim dari posisi Presiden Bank Dunia menimbulkan tanda tanya pelaku pasar. Pasalnya Kim masih memiliki waktu 3 tahun untuk memimpin institusi finansial internasional tersebut hingga 2022.
Pada awal pekan ini, Kim secara tiba-tiba menyampaikan pengunduran dirinya sebagai Presiden Bank Dunia. Dalam pesan melalui email yang ditujukan kepada Karyawan Bank Dunia, Kim menyampaikan akan meninggalkan posisinya di lembaga keuangan internasional itu secara efektif pada 1 Februari 2019 dan akan bergabung dengan perusahaan swasta yang bergerak pada investasi infrastruktur di negara berkembang.
Sementara itu, Kim telah ditunjuk sebagai orang nomor satu di Bank Dunia dua kali berturut-turut oleh Mantan Presiden AS Barrack Obama.
"Peluang untuk bergabung dengan perusahaan swasta sangat tidak terduga, tetapi saya telah menyimpulkan bahwa ini adalah kesempatan bagi saya agar dapat memberikan dampak besar terhadap isu global seperti perubahan iklim dan defisit infrastruktur di negara berkembang," ujar Kim, seperti dikutip Reuters, Selasa, 8 Januari 2019.
Dokter dan mantan presiden Darthmouth College ini mengatakan dia juga akan bergabung kembali ke dalam jajaran dewan Partners in Health, organisasi advokasi kesehatan yang ikut dia dirikan 30 tahun lalu.
Sepanjang masa kepemimpinannya, Kim telah mendorong pendanaan untuk proyek ramah lingkungan dan mengurangi dukungan investasi batu bara. Pada Desember 2018, misalnya, Bank Dunia mengumumkan akan menggandakan nilai investasi untuk memerangi perubahan iklim menjadi sekitar US$200 miliar untuk 5 tahun ke depan.
Kebijakan Kim memang sering kali berseberangan dengan Pemerintahan Trump, terutama terkait isu perubahan iklim dan kebutuhan sumber daya untuk pengembangan program Bank Dunia. Namun, sepanjang karirnya, Kim tampak berhasil menghindari konflik kepentigan politik dengan Pemerintahan Trump.
Sumber yang dekat dengan Kim mengatakan meskipun mengejutkan, pengunduran diri Kim sebagai Presiden Bank Dunia murni berdasarkan keinginan pribadi dan tidak ada unsur paksaan dari pemerintahan Trump.
Sumber: Tempo