SUKABUMIUPDATE.com - Keterbatasan wilayah membuat Singapura berpikir lebih jauh untuk menampung populasi yang semakin tumbuh, dan salah satunya rencana megaproyek kota bawah tanah.
Setelah gedung pencakar langit, Singapura mulai mengungkap rencana yang disebut Underground Master Plan 2019, menurut laporan News Straits Times, 24 Desember 2018.
Dengan penduduk 5,6 juta jiwa yang tinggal di wilayah tiga perlima dari New York, belum lagi prediksi penduduk akan mencapai 6,9 juta jiwa pada 2030, Singapura mulai kehabisan lahan.
Sebetulnya negara kota tersebut sudah melakukan banyak proyek reklamasi selama puluhan tahun, namun dampak kenaikan air laut dan perubahan iklim lainnya, Singapura mulai menggali tanah.
Singapura telah membangun sejumlah infrastruktur di bawah tanah, seperti jalur kereta, pertokoan, jalur pejalan kaki, hingga jalan raya lima lajur hingga pipa pendingin, dan bahkan pom bensin sampai gudang senjata.
"Singapura memiliki lahan yang terbatas, kita ingin memanfaatkan sebaik mungkin permukaan dan mempertimbangkan secara sistematis bagaimana untuk membangun tempat di bawah tanah untuk masa depan," kata Ler Seng Ann, Direktur Urban Redevelopment Authority (URA), lembaga pemerintah untuk perencanaan tata kota.
"Saat ini kita fokus menggunakan bawah tanah untuk transportasi, gudang penyimpanan dan industri, demi memberikan area permukaan untuk perumahan, perkantoran, sarana masyarakat dan tempat terbuka hijau," tambah Ler.
Rencana Kota Bawah Tanah akan dibangun area percontohan, termasuk pusat data, pabrik, depot bus, sistem saluran air limbah terowongan, gudang dan penampungan air. Tidak ada rencana untuk memindahkan rumah atau kantor ke bawah tanah.
Singapura hanya bergabung dengan beberapa kota yang memetakan ruang bawah tanah mereka, kata Peter Stones, seorang insinyur senior perusahaan konsultan Arup, yang melakukan penelitian untuk URA membandingkan penggunaan ruang bawah tanah dengan kota-kota lain.
Studi Arup menemukan kepadatan kereta bawah tanah Singapura sedikit di belakang Tokyo, dan memiliki kepadatan terendah untuk jalur pejalan kaki bawah tanah.
Studi ini juga menemukan Singapura di belakang Hong Kong dan Tokyo dalam kepadatan jalan bawah tanah pada 2014.
Dari 180 kilometer kereta api perkotaan, hampir setengahnya terletak di bawah tanah, seperti halnya sekitar 10 persen jaringan jalan bebas hambatan Singapura.
Selain kemacetan, hambatan lain pengemudi untuk memanfaatkan ruang kota bawah tanah di Singapura adalah cuaca, kata Stones.
Sumber: Tempo