SUKABUMIUPDATE.com - Peristiwa penembakan massal di kota Nduga, Papua pada 3 Desember 2018, mengejutkan masyarakat Indonesia. Peristiwa ini secara tak langsung mengingatkan pada putusan PBB pada 30 September tahun lalu yang menolak petisi kemerdekaan Papua Barat dan PBB tidak akan melakukan tindakan apapun yang melawan Indonesia.
Petisi kemerdekaan Papua Barat ditanda-tangani oleh sekitar 1,8 juta masyarakat di Papua Barat. Mereka menyerukan kemerdekaan untuk lepas dari Indonesia.
Situs pemberitaan scmp.com, pada September tahun lalu mewartakan, Benny Wenda, pemimpin gerakan Papua Barat merdeka, yang sekarang berada dipengasingan, memasukkan petisi ini ke komite dekolonisasi PBB atau C24. Dia mengklaim mendapat dukungan dari 70 persen populasi Provinsi Papua Barat.
Petisi itu meminta PBB agar menunjuk utusan khusus guna menyelidiki pelanggaran HAM di Provinsi Papua Barat, Indonesia dan memasukkan isu Papua Barat dalam agenda C24. Petisi tersebut mendesak agar masyarakat Papua Barat diberikan hak untuk menentukan masa depan sendiri.
Namun Ketua Komite C24 yang ketika itu dipimpin Rafael Ramirez, mengatakan petisi Papua Barat tidak bisa diterima. Ramirez beralasan mandat komite hanya untuk menangani 17 negara yang diidentifikasi PBB sebagai teritori non-pemerintahan sendiri. Walhasil, C24 menyerahkan isu Papua Barat ini ke PBB dan dunia.
Provinsi Papua Barat, Indonesia adalah bekas jajahan Belanda atau yang dulu dikenal dengan sebutan Nugini Belanda. Namun pada 1963, wilayah ini dianeksasi oleh Indonesia dan dinamai Irian Jaya hingga pada 1999 Indonesia membelah wilayah ini menjadi dua Provinsi yakni Papua dan Papua Barat.
Sumber: Tempo