SUKABUMIUPDATE.com - Pangeran Turki, yang juga bekas kepala intelijen Arab Saudi, mengatakan pembunuhan kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi, merusak citra negaranya di pentas internasional. Pembunuhan itu tidak bisa diterima.
Pangeran Turki juga mengatakan para pemimpin negara bakal harus berinteraksi dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed Bin Salman, yang biasa disapa MBS, pada acara KTT G20 di Argentina pada awal Desember 2018.
“Kami harus menanggung itu. Ini bukan sesuatu yang harus dihindari. Dan kami menghadapinya,” kata Pangeran Turki seperti dilansir CNBC pada Sabtu, 25 November 2018 waktu setempat.
Pembunuhan jurnalis senior Jamal Khashoggi menimbulkan kemarahan global. Sejumlah pemimpin negara mendesak Arab Saudi untuk mengungkap kasus ini dan menghukum para pelaku dan dalangnya.
Lembaga intelijen Amerika Serikat CIA telah menyampaikan kesimpulan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi terlibat langsung dalam memberi perintah pembunuhan itu.
Namun, seperti dilansir Reuters, Presiden AS, Donald Trump, menyampaikan sikap berbeda yang mengatakan CIA masih terus mengikuti jalannya kasus ini. Trump mengatakan MBS, yang merupakan sebutan untuk putra mahkota, membantah keras terlibat dalam kasus ini.
Trump menyebut MBS bisa saja tahu dan bisa juga tidak soal kasus ini. Namun, menurut Trump, tidak ada cukup bukti soal ini. Menurut dia, Saudi memiliki hubungan bisnis yang sangat baik dengan AS yaitu US$450 miliar atau sekitar Rp6.600 triliun berupa investasi dan pembelian senjata berteknologi canggih.
Pangeran Turki melanjutkan soal kedatangan MBS ke KTT G20 nanti. “Apakah para pemimpin di KTT akan berinteraksi secara hangat dengan putra mahkota atau tidak, saya pikir semuanya mengakui kerajaan merupakan sebuah negara dan Raja Salman dan putra mahkota merupaka orang-orang yang harus mereka hadapi,” kata Turki.
Menurut Pangeran Turki, Trump mengekspresikan pendapatnya terkait kepentingan AS dalam kasus pembunuhan kolumnis Jamal Khashoggi ini. “Dia menekankan hubungan strategis antara kedua negara dalam pernyataannya dan bagaimana Arab Saudi telah banyak membantu dalam banyak urusan – bukan hanya minyak,” kata Pangeran Turki, yang pernah menjabat sebagai dubes Saudi untuk AS dan juga kepala intelijen selama 20 tahun.
Sumber: Tempo