SUKABUMIUPDATE.com - Seorang novelis Cina dihukum penjara sepuluh tahun lebih setelah menulis novel erotis gay yang berisi adegan homoseksual.
Penulis dengan nama pena Tianyi menulis novel berjudul Gongzhan yang mengisahkan hubungan cinta terlarang antara seorang guru dan seorang siswa dan terjual 7.000 eksemplar melalui penjualan online tahun lalu, seperti dilansir dari The Telegraph, 19 November 2018.
Pemerintah setempat mengatakan novel itu menggambarkan pornografi dan penyimpangan seksual sesama pria, dan penulis, seorang perempuan yang memiliki nama keluarga Liu, didakwa meraup keuntungan secara ilegal sebesar 150.000 yuan atau Rp 315 juta.
Pornografi termasuk ilegal di Cina dan bisa dijerat hukuman penjara karena memproduksi dan mendistribusikan konten porno untuk mendapatkan keuntungan. Hukuman bervariasi dari beberapa tahun hingga seumur hidup.
Namun hukuman berat Liu memancing kemarahan publik karena dianggap terlampau berat dibanding hukuman terhadap kejahatan yang lebih serius seperti pemerkosaan dan pembunuhan.
Tahun lalu, dua pengemudi bus yang memperkosa dan menyerang penumpang diberi hukuman hanya 10 bulan dan 3,5 tahun.
Pada 2013, seorang pejabat lokal di Yunnan, sebuah provinsi di Cina selatan, dijatuhi hukuman lima tahun setelah dinyatakan bersalah atas penculikan dan pemerkosaan seorang gadis empat tahun. Setelah dikecam publik, hukuman dinaikkan menjadi delapan tahun. Kasus lainnya adalah seorang pria yang dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara pada 2009 karena memukul istrinya hingga tewas di Beijing.
Sistem peradilan Cina dinilai tidak transparan, pengakuan tersangka kadang disampaikan karena pemaksaan, dan pengadilan dapat ditekan oleh Partai Komunis yang berkuasa.
Seorang mantan Jaksa Cina yang telah menangani ratusan kasus mulai dari korupsi hingga penipuan, Deng, menganggap hukuman Liu terlalu berat.
"Kerusakan sosial akibat buku-buku pornografi mungkin tidak separah yang dipikirkan para legislator pada awalnya. Saat ini, pornografi ada di mana-mana," kata Deng, seperti dikutip dari South China Morning Post.
Deng Xueping, pengacara yang berbasis di Shanghai di Capital Equity Legal Group, mengatakan interpretasi hukum membutuhkan revisi.
Dia juga berpendapat bahwa hukuman dalam undang-undang hukum harus direvisi, mengatakan ada pedoman hukuman untuk 400 lebih pelanggaran tetapi pedoman dipertanyakan apakah ini telah ditetapkan secara wajar.
Pemerintah Partai Komunis berupaya membatasi konten online, khawatir bahwa informasi terlarang dapat menciptakan kepanikan atau gangguan publik yang luas.
Selain konten pornografi, informasi dan berita di Cina dikontrol ketat oleh sensor pemerintah, dengan banyak situs web berita asing diblokir, termasuk media sosial Barat, seperti Facebook dan Twitter.
Sumber: Tempo