SUKABUMIUPDATE.com - Korea Selatan mengalami penyebaran wabah kamera mata-mata, yang digunakan untuk merekam secara rahasia aktivitas seks, telanjang dan buang air seni lalu diunggah secara online di situs porno.
Tindakan kejahatan ini membuat ribuan perempuan Korea Selatan merasa dibayang-bayangi foto atau video pornografi.
Rekaman video atau foto tidak pantas itu bsia saja dilakukan oleh pacara atau orang lain menggunakan kamera mini hingga seukuran kunci mobil. Pengecekan keberadaan kamera rahasia menjadi bagian sehari-hari bagi perempuan yang menggunakan toilet umum.
“Situasinya menjadi tidak terkendali,” kata Ryu Hye-jin dari Women’s Human Rights Institute of Korea, yang didukung pemerintah, seperti dilansir Reuters pada Senin, 22 Oktober 2018.
Lembaga ini mendapat peran untuk mengawasi gugus tugas yang dibentuk pemerintah untuk menangani kasus rekaman cabul ini seperti mencatat pengaduan para perempuan yang menjadi korban dan melakukan inspeksi kamera tersembunyi di tempat-tempat publik beresiko seperti toilet.
“Sejak gugus tugas itu dibentuk, banyak korban yang telah menghubungi kami,” kata Ryu di kantornya. Kelompok advokasi hak-hak perempuan meminta hak yang lebih besar bagi kaum perempuan di ruang publik. Dan wabah kamera tersembunyi ini menjadi gangguan serius dan menunjukkan sikap seksisme publik yang meluas.
Ryu bercerita lembaga ini dengan 16 orang anggota membentuk layanan gratis pada April 2018 untuk menghilangkan rekaman cabul dari para korban yang mengadu. Sejauh ini ada 15.000 permintaan dari sekitar 3000 korban untuk menghapus gambar dan video cabul yang direkam diam-diam itu.
Para pelaku biasanya menggunakan kamera mini yang bisa dengan mudah diselipkan di toilet umum atau ruang ganti. Rekaman video atau foto lalu dijual ke penglola situs porno.
Rekaman-rekaman ini berisi, misalnya, perempuan sedang buka baju, atau bercinta, dan bisa dijual hingga 100 ribu won atau US$90 atau sekitar 1,4 juta. Pelaku bisa mendapat hingga 100 juta won per bulan atau sekitar Rp1.3 miliar.
Sebagian rekaman lainnya dibuat oleh orang yang dikenal korban seperti pacar. Rekaman dibuat dengan atau tanpa persetujuan korban, yang dilakukan di rumah atau motel, dan digunakan belakangan sebagai alat balas dendam dengan menyebarkannya di internet ketika hubungan keduanya putus.
“Ini membuat para korban depresi karena ini tidak berakhir. Rekaman itu ada di internet selamanya. Itu sama saja seperti hukuman mati sosial,” kata Ryu, yang mengepalai gugus tugas konseling.
Salah satu inisiatif untuk menangani ini dilakukan oleh polisi di Provinsi Gyeonggi, yang meminta publik menutup kamera ponsel di tengah meningkatnya kejahatan kamera tersembunyi di Korea Selatan.
Polisi membagikan sekitar 50 ribu stiker untuk ditempelkan di kamera belakang ponsel warga. Namun tidak semua orang setuju. “Ide siapa ini?,” kata seorang pengguna portal Naver yang mengatakan cara itu membuat semua orang seakan berpotensi menjadi kriminal. Seorang pengelola situs porno di Korea Selatan dicokok karena mengunggah video-video rekaman ini.
Sumber: Tempo