SUKABUMIUPDATE.com - Seorang dokter forensik yang diduga terlibat dalam pembunuhan dan mutilasi kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggy, pernah menjalani pelatihan di Victorian Institute of Forensic Medicine di Melbourne, Australia.
Dokter yang bernama Salah al-Tubaigy ini mendapat beasiswa dari pemerintah Arab Saudi saat menjalani pelatihan di sana. Tubaigy teridentifikasi oleh otoritas keamanan Turki sebagai salah satu dari 15 orang yang hadir di kantor Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018. Ini adalah hari ketika Khashoggi diduga dibunuh dan tubuhnya dimutilasi untuk menghilangkan bukti.
“Direktur Institut, Noel Woodford, mengatakan Tubaigy tidak melakukan otopsi ataupun prosedur forensik saat belajar di sana. Institut juga tidak mendapat keuntungan finansial dari beasiswa yang dibayarkan pemerintah Arab Saudi,” begitu dilansir ABC Net pada Kamis, 18 Oktober 2018.
Media ABC Net mengkonfirmasi Tubaigy belajar selama tiga bulan di institut itu sebagai seorang forensic pathologist dari Juni 2015.
Otoritas Turki, seperti dilansir Anadolu, menyebut nama Tubaigy sebagai dokter forensik yang diduga terlibat dalam mutilasi terhadap kolumnis Jamal Khashoggi untuk menghilangkan barang bukti. Khashoggi tewas di dalam Konjen Saudi di Istanbul setelah menjalani interogasi. Hingga kini, polisi Turki dan tim investigasi dari Saudi masih mencari jasadnya.
Menurut Woodford, Tubaigy mengatakan kepada institut bahwa dia tertarik untuk mempelajari proses identifikasi korban dalam bencana massal. Ini karena dia bertanggung jawab melakukan supervisi dalam pelaksanaan ibadah tahunan haji di Mekkah. Menurut catatan yang dipublikasi, Tubaigy juga tertarik dengan otopsi.
Woodford mengaku tidak mengenal Tubaigy secara pribadi. Sedangkan Liz Manning, yang menjadi direktur program internasional, menolak untuk berkomentar soal ini.
Kepala Forensik di Kepolisian Fiji, James Kalougivaki, mengatakan dia belajar di Institut itu pada saat yang sama Tubaigy belajar. Dia mengaku tidak berinteraksi banyak dengan Tubaigy tapi merasa terkejut bahwa dia terimplikasi dalam kasus Khashoggi.
“Wow, maksud saya, saya tidak benar-benar mengenal lelaki itu. Tapi kami berada di gedung yang sama,” kata Tubaigy. “Hal yang bagus untuk mengenal latar belakang dari orang-orang yang berada di gedung sama dengan Anda,” kata dia.
Kalougivaki mengaku lebih sering berinteraksi dengan Mohammed Madadin, yang belajar di Institut itu selama 12 bulan dan juga disponsori oleh pemerintah Arab Saudi. Menurut dia, Madadin lebih ramah dibandingkan Tubaigy. Kedua lelaki asal Saudi ini menghabiskan waktu bersama secara sosial tapi Kalougivaki mengaku tidak pernah melihat keduanya di luar Institut.
Menurut Stephen Cordner, bekas direktur Institut, Tubaigy lebih banyak belajar cara menangani korban bencana massal. Saat itu, dia merupakan dokter forensik senior di Arab Saudi.
“Bagian dari tanggung-jawabnya, dia mengatakan kepada kami, adalah dia bertanggung jawab menangani bencana terutama bencana yang kadang terjadi di Mekkah selama haji,” kata Cordner.
Menurut Cordner, Tubaigy tidak melakukan otopsi selama berada di Institut. “Tapi dia mengobservasi cara otopsi. Dia menghadiri pertemuan-pertemuan akademis di Institut,” kata dia.
Cordner tidak mau berspekulasi mengenai tujuan dari Tubaigy atau tindakannya. Tapi menurut dia, situasinya kacau dan sejumlah dokter menghianati profesinya dan rasa kemanusiannya.
“Di seluruh dunia, ada dokter-dokter forensik yang menghadiri proses interogasi polisi dan terlibat dalam interogasi. Mereka bahkan ditanya oleh petugas interogasi apakah mereka bisa melakukan hal-hal spesifik tertentu dan apa konsekuensinya,” kata Cordner. “Mereka juga bisa terlibat dalam penyiksaan dan lebih dari itu. Itu sejumlah hal-hal yang pernah dilakukan sebagian dokter.” Investigasi kasus pembunuhan Jamal Khashoggy masih berlangsung hingga kini.
Sumber: Tempo