SUKABUMIUPDATE.com - Pemerintahan Malaysia yang dipimpin Perdana Menteri, Mahathir Mohamad, resmi membatalkan dua proyek besar senilai US$ 22 miliar yang dibiayai perusahaan asal Cina. Mahathir mengatakan Malaysia tidak ingin masuk dalam kolonialisme versi baru.
"Kolonialisme yang terjadi karena negara miskin tidak mampu berkompetisi dengan negara kaya," kata dia setelah bertemu Perdana Menteri Cina, Le Keqiang di kantor pemerintahan Cina, Great Hall of the People, di Beijing, Senin, 20 Agustus 2018. Pernyataan ini dilansir dari dilansir dari The New York Times, Jumat, 24 Agustus 2018.
Dua proyek yang dibatalkan Mahathir yaitu pembangunan jalur kereta api East Cost Rail Link (ECRL), nilainya sekitar US$20 miliar atau Rp291 triliun. Kedua, proyek pipanisasi gas di Sabah, nilainya sekitar US$2 miliar atau Rp29 triliun.
Cina memang tidak begitu saja membiayai kedua proyek besar ini. Pembangunan infrastruktur ini merupakan bagian dari proyek ambisius Jalur Sutra Baru atau The New Silk Road. Proyek dengan nama resmi The Belt and Road Initiative (BRI) ini dibangun Cina demi memperkuat jalur perdagangan negara itu dengan negara lain.
Jalur sutra darat membentang dari Cina daratan hingga ke Uzbekistan, Turki, dan Eropa. Sementara jalur sutra laut membentang dari Cina daratn menuju Laut Cina Selatan, India, hingga Afrika. Nah, Malaysia adalah satu negara yang berada di jalur sutra selatan sehingga mendapat perhatian lebih dari Cina.
Kedua proyek ini disetujui di zaman pemerintahan sebelum Mahathir yaitu Perdana Menteri Najib Razak. "Ini soal meminjam terlalu banyak uang, kami tidak mampu membayar dan tidak bisa membayarnya karena kami tidak membutuhkan proyek ini di Malaysia," kata Mahathir.
Menteri Keuangan Malaysia, Lim Guan Eng, mencontohkan proyek pelabuhan laut di Sri Lanka yang juga dibiayai oleh perusahaan Cina. Menurut dia, pelabuhan itu gagal menarik investasi dan malah membuat Sri Lanka terpaksa membayar utang. "Kami tidak ingin seperti Sri Lanka, yang tidak mampu membayar utang dan akhirnya proyek itu diambil alih oleh Cina," ujarnya.
Sumber: Tempo