SUKABUMIUPDATE.com - Pasukan Israel menembak mati 58 warga Gaza, Palestina, yang memprotes di garis perbatasan kedua wilayah terkait pembukaan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Yerusalem, Israel, oleh Presiden Donald Trump.
Ini merupakan peristiwa paling berdarah yang terjadi dalam sehari sejak 2014. “Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan 58 pengunjuk rasa terbunuh dan 2700 warga terluka terkena tembakan peluru tajam, gas air mata dan berbagai senjata lainnya,” begitu dilansir Reuters, 14 Mei 2018.
Sejumlah negara seperti Prancis dan Inggris meminta agar pengendalian diri dilakukan. Turki mengecam peristiwa ini sebagai sebuah pembantaian.
Senator senior AS, Tim Kaine, yang menjadi anggota subkomite hubungan luar negeri, mengatakan kepada Reuters,”Situasinya tragis. Ini tidak menunjukkan AS berupaya menyelesaikan masalah tapi dilihat sebagai tindakan AS menjauh dari masalah dan itu menyedihkan.”
Gedung Putih menolak mendesak Israel untuk mengendalikan diri dan menyalahkan sepenuhnya kepada kelompok Hamas, yang menguasai Jalur Gaza. AS mendukung sikap PM Benjamin Netanyahu yang mengatakan militer Israel membela diri di perbatasan negaranya. “Terima kasih karena telah menepati janji Anda,” kata Netanyahu kepada Trump.
Dengan membela pemerintah Israel, pemerintahan Trump menjauhkan diri dari sekutu Eropa untuk kedua kalinya dalam sepekan terakhir. Sebelumnya, Trump memutuskan keluar dari perjanjian internasional nuklir dengan Iran, yang awalnya didukung lima negara besar termasuk AS.
Sejumlah pejabat tinggi Israel dan tamu undangan menghadiri proses pembukaan Kedubes AS di Yerusalem setelah direlokasi dari Tel Aviv. Ini merupakan lanjutan dari pernyataan Trump yang menyatakan Kota Suci Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Secara terpisah seperti dilansir Times of Israel, pemerintah Turki menarik duta besar dari Amerika dan Israel pasca relokasi kedubes AS ini. Turki menyebut penembakan tentara Israel terhadap warga Palestina sebagai genosida.
Sumber: Tempo