SUKABUMIUPDATE.com - Wartawan Myanmar menyebut pemerintah negara itu telah gagal mempertahankan kebebasan pers meskipun telah terjadi pemerintahan transisi dari militer ke pemerintahan terpilih. Kesimpulan itu diperoleh dari sebuah jajak pendapat yang dipublikasi World Press Freedom pada Kamis, 3 Mei 2018.
Jajak pendapat dilakukan oleh para aktivis yang tergabung dalam kebebasan berekspresi Myanmar dan lembaga-lembaga mitranya dengan mewawancarai sekitar 200 wartawan Myanmar. Jajak pendapat dilakukan pada periode Januari – April 2018 dan menemukan kebebasan pers saat ini semakin terkekang dibanding tahun lalu.
“Wartawan telah frustrasi oleh kegagalan pemerintahan menerapkan komitmen manifesto pemilu untuk menaikkan kebebasan pers,” demikian bunyi jajak pendapat World Press Freedom, seperti dikutip dari Reuters.com, Jumat 4 Mei 2018.
Ketika ditanya tingkat kesuksesan pemerintah dalam mempertahankan kebebasan pers, sebanyak 79 wartawan menjawab pertanyaan itu kata rendah atau sangat rendah. Juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay, yang dihubungi Reuters menolak memberikan komentar atas hasil jajak pendapat tersebut.
Kebebasan pers di Myanmar menjadi sorotan setelah dua wartawan Reuters pada 12 Desember 2017 ditahan kepolisian Myanmar dan divonis 14 tahun penjara dengan tuduhan telah melanggar peraturan.
Militer Myanmar berkuasa di negara itu hampir 50 tahun lamanya, namun pada awal 2016 pemerintahan telah berpindah tangan ke peraih Nobel bidang perdamaian pada 1991, Aung San Suu Kyi. Namun begitu, militer tetap menguasai posisi strategis di kementerian, seperti kementerian dalam negeri dan pertahanan.
Sumber: Tempo