SUKABUMIUPDATE.com - Presiden Filipina Rodrigo Duterte memastikan akan mengabaikan Mahkamah Agung dan kongres dalam penerapan darurat militer di kawasan Mindanao.
"Sampai polisi dan pasukan bersenjata mengatakan Filipina aman, darurat militer akan terus berlanjut. Saya tidak akan mendengarkan yang lain. Mahkamah Agung, kongres, mereka tak di sini," kata Duterte seperti dikutip Inquirer, Senin (29/5).
"Apakah mereka (Mahkamah Agung;red) yang sekarat dan kehilangan darah, berdarah, dan mengalami pendarahan berat karena tidak ada bantuan? Bukan mereka."
Pernyataan Duterte ini bertentangan dengan konstitusi yang diterapkan di Filipina sejak 1987. Konstitusi ini membatasi program darurat militer untuk menghindari penyalahgunaan wewenang seperti yang terjadi di bawah pemerintahan Ferdinand Marcos.
Dalam konstitusi 1987 ditetapkan bahwa seorang presiden harus mengajukan laporan kepada kongres mengenai alasan penerapan darurat militer.
Kongres kemudian dapat menghentikan darurat militer yang memiliki batas waktu hingga 60 hari. Jika presiden memutuskan untuk memperpanjang darurat militer, ia harus kembali mengajukan alasan dan laporan.
Tak hanya itu, menurut konstitusi Filipina, Mahkamah Agung juga dapat mempertanyakan keabsahan darurat militer jika diberlakukan sebelum presiden melapor.
Namun, Duterte menyiratkan bahwa ia akan mengabaikan mekanisme semacam itu jika nantinya darurat militer memang harus diperpanjang.
Menurut Duterte, MA tidak mengerti situasi di lapangan.
"Mahkamah Agung akan mengatakan mereka akan mempertimbangkan menggunakan basis faktual. Mereka bukan tentara. Mereka tidak tahu apa yang terjadi di lapangan," katanya.
Duterte memberlakukan darurat militer pada pekan lalu, setelah terjadi bentrokan berkelanjutan antara militer Filipina dan kelompok militan Maute di Marawi yang sudah menewaskan hampir 100 orang.
Bentrokan pecah saat militer Filipina melancarkan operasi untuk menangkap pemimpin kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon.
Saat memberlakukan darurat militer, Duterte memberikan kewenangan kepada tentara untuk menangkap seseorang tanpa surat perintah. Meski pernyataan ini bertolak belakang dengan pernyataan resmi pemerintah yang menegaskan tidak ada seorang pun yang dapat ditahan tanpa perintah dari pengadilan sipil.
Â
Sumber: Tempo