SUKABUMIUPDATE.com - Selama berabad-abad, perampokan hewan ternak telah menjadi masalah di antara komunitas penggembala di Sudan Selatan.
Kondisi tersebut dipicu pula oleh konflik yang berlangsung bertahun-tahun membuat pencurian hewan ternak membahayakan, anak-anak muda di sana menggunakan senjata api dan kampak dalam aksinya.
Beberapa organisasi lokal yang ditemui Al Jazeera mengatakan, lebih dari 5.000 warga sipil tewas akibat perampokan hewan sejak Sudan Selatan merdeka pada 2011.
Kekerasan melanda desa-desa, perempuan diculik dan dibunuh.
"Anak-anak kami tewas dibunuh," kata Rebeca Apien, seorang warga desa kepada Al Jazeera. "Kami dulu tinggal di kandang ternak bersama anak-anak kami tetapi sekarang kami kehilangan mereka karena penggerebekan."
Dengan populasi diperkirakan melebih jumlah penduduk sipil di negara tersebut, sapi dianggap sebagai kekayaan berjalan, khususnya di antara para penggembala.
Menurut sejumlah organisasi, perampokan hewan ternak itu kian meningkat saat musim kering. Pemerintah berusaha menghentikan kekerasan, tapi diakui sangat susah.
Hal itu disebabkan para pemilik hewan ternak sebagian besar tinggal di daerah terpencil sehingga pemerintah sulit menjangkau mereka. Aparat pemerintah juga kerap dapat ancaman senjata api dari perampok.
"Jumlah senjata api yang dimiliki oleh warga masyarakat lebih banyak daripada yang kami miliki," kata Mayor Jenderal Nichola Dimo, Kepala Kepolisian Rumbek.
Dia menambahkan, "Di sana, banyak pemuda bersenjata. Jika polisi hanya terdiri dari satu atau dua regu mereka tak sanggup menghadapi."
Sumber: Tempo