SUKABUMIUPDATE.com - Generasi Z atau Gen Z di Cina mulai meninggalkan brand-brand mewah seperti Louis Vuitton, Zara, dan lainnya. Gen Z adalah kelompok yang lahir dari 1997 ke atas. Generasi ini memiliki pola perilaku yang berbeda tentang makna kemewahan dibanding generasi milenial atau Gen X, terutama di Cina.
Dilansir dari thedrum.com melalui tempo.co, inovasi dan personalisasi (termasuk kebanggaan budaya dan kesadaran) sangat penting bagi konsumen muda. Merek-merek terus menghadapi tantangan untuk menawarkan konsep yang baru dan segar, dengan lebih dari 51 persen Gen Z di Cina lebih menyukai merek yang menyesuaikan produk dan layanan secara khusus.
Meskipun konsumen Tiongkok semakin memperketat pengeluaran seiring dengan melemahnya ekonomi dan merek-merek mewah merasakan dampaknya, negara tersebut diperkirakan akan menjadi pasar barang mewah pribadi terbesar di dunia pada 2030.
Para pelaku industri barang mewah kini mulai memikirkan cara untuk menarik generasi pembeli Gen Z, yang umumnya didefinisikan sebagai mereka yang lahir setelah 1997. Dilansir dari businessinsider.com, Gen Z di Cina memiliki 5 pola berbeda terkait kemewahan. Apa saja?
Baca Juga: Menghadapi Tantangan Gen Z: Memberdayakan Potensi Di Tengah Keterbatasan Lapangan Kerja
1. Lebih suka kerajinan tangan
Pembeli Gen Z di Tiongkok kurang mempedulikan simbol status seperti merek atau logo mewah dibandingkan rekan mereka di Barat, dan lebih memprioritaskan "nilai yang dirasakan dari pengalaman atau cerita di balik sebuah barang mewah," kata Jien Goh, peramal tren di WGSN, kepada Business Insider.
Ini berarti pembeli Gen Z lebih tertarik pada keterampilan kerajinan barang dan bagaimana cerita atau emosi yang terkait dengan perusahaan dapat tercermin dalam barang tersebut, tambahnya.
.2. Hidup santai dan ketahanan barang menjadi tren
Generasi terbaru pembeli barang mewah di Tiongkok juga ingin mengintegrasikan nilai-nilai mereka ke dalam pembelian mereka. Goh mengatakan bahwa WGSN telah melacak tren "kebangkitan pedesaan" di wilayah Asia Pasifik, khususnya di Tiongkok.
"Di inti tren ini terdapat keinginan untuk hidup yang lebih sadar dan berirama lambat, serta munculnya pola pikir baru yang melihat kesehatan dan umur panjang sebagai penanda kemewahan tertinggi," katanya.
3. Selesai dengan pamer barang mewah
Pemimpin Tiongkok, Xi Jinping, telah menindak tegas pameran kekayaan yang mencolok di dunia maya, dan beberapa akun pengguna media sosial telah diblokir karena unggahan yang terlalu mewah.
Akibatnya, beberapa konsumen Gen Z beralih ke cara pamer kekayaan yang lebih tenang, yang lebih selaras dengan representasi "uang lama" di Tiongkok. Mirip dengan tren "kemewahan yang tenang" di Barat yang mendominasi agenda mode pada 2023, tren "laoqianfeng" di Tiongkok berarti logo merek tidak lagi populer. Sementara material berkualitas tinggi, warna-warna lembut, dan riasan alami menjadi tren.
4. Malu akan kemewahan
Alasan lain Gen Z di Tiongkok mencari cara pamer kekayaan yang lebih sederhana mungkin disebabkan oleh fenomena "rasa malu akan kemewahan."
Para analis di Bain mencatat fenomena ini dalam laporan bulan Juni. Fenomena ini merupakan keinginan orang-orang untuk merendahkan tampilan kemewahan yang mencolok selama masa krisis keuangan, yang juga terjadi di AS setelah krisis keuangan 2008-09.
5. Memadukan barang mewah dengan fashion biasa
Harca mengatakan bahwa Gen Z juga lebih cenderung memadupadankan dalam hal fashion. "Mereka mungkin memiliki tas mewah, tetapi mengenakan celana dari merek premium dan kaus dari merek fast fashion," tambahnya.
Hal ini memungkinkan Gen Z untuk menciptakan gaya mereka sendiri dan berbelanja di tempat yang menurut mereka sesuai dengan kepribadian mereka sehingga mereka bisa lebih unik dalam memilih gaya fashion.
Sumber: Tempo.co