SUKABUMIUPDATE.com - Dewan Pengurus Cabang Serikat Buruh Migran Indonesia (DPC SBMI) Sukabumi sebut warga Sukabumi yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar bertambah jadi 11 orang.
Berdasarkan catatan SBMI Sukabumi, Kesebelas orang itu berasal dari dua Kecamatan di Kabupaten Sukabumi, yakni Kecamatan Kebonpedes dan Kecamatan Cireunghas. 8 orang disebut sudah melapor, sedangkan 3 lainnya masih bersifat informasi dan belum ada laporan dari pihak keluarga yang bersangkutan.
Ketua DPC SBMI Sukabumi, Jejen Nurjanah mengatakan jika laporan terkait adanya dugaan TPPO itu tidak datang kepada DPC SBMI Sukabumi melainkan langsung kepada Dewan Pimpinan Nasional (DPN SBMI) pusat. Laporan tersebut masuk sejak tanggal 14 Agustus 2024 lalu.
“Sebenarnya laporannya bukan ke kita (SBMI Sukabumi). jadi laporan kasus ini ke DPN SBMI langsung ke pusat. memang ada koordinasi waktu itu dengan DPN SBMI katanya ini ada warga Sukabumi,” ujar Jejen kepada sukabumiupdate.com, Rabu (11/9/2024).
Saat laporan itu diterima oleh DPN SBMI pusat (14 Agustus 2024), kata Jejen, korban warga Sukabumi masih tercatat sebanyak 6 orang beserta korban lainnya yang berasal dari daerah Bandung dan Bangka Belitung.
Baca Juga: Kronologi 5 Warga Sukabumi Jadi Korban TPPO di Myanmar: Kerja Tidak Manusiawi, Ingin Pulang
“Tanggal 14 itu keluarganya langsung lapor ke SBMI pusat ke kantor datang membuat pengaduan dengan temannya yang 5 orang itu, kan 6 orang ya (warga Sukabumi) terus dari Bandung ada 4 orang, dari Bangka Belitung satu orang jadi jumlah 11,” kata dia.
Lebih lanjut, khusus korban warga Sukabumi, pihaknya mengaku telah menerima dua pengaduan baru setelah video sekelompok orang yang mengaku menjadi korban TPPO di Myanmar viral di media sosial.
“Di Sukabumi itu ternyata setelah ada 6 kasus yang lapor (ke DPN SBMI), Sukabumi itu ada penambahan dua kasus hari ini (Rabu 11/9/2024) kami menerima dua kasus dan ada tiga lagi yang berangkat kesana (menjadi korban). Tetapi mereka keluarganya belum ada datang belum ada pengaduan,” ungkapnya.
Menurutnya, sebelas korban TPPO itu sebelumnya diduga terjerat iming-iming untuk bekerja di Thailand oleh temannya sendiri dengan ditawari gaji tinggi setiap bulannya.
“Visanya itu visa kunjungan, terus dia itu hanya melalui via telepon (ajakan), ditelepon sama temennya buat kerja di Thailand, buat paspor disana sudah ada yang jemput disana itu ternyata dia disebrangkan ke negara konflik,” kata Jejen.
“Kerjanya sebagai admin di salah satu perusahaan, jadi dia (korban) tergiur dengan iming iming gaji sebesar Rp 35 juta per bulan katanya,” tambah dia.
Baca Juga: Konsolidasi Bersama Nasdem dan Hanura, AYEUNA Bicara Tiga Pilar Kota Sukabumi Baru
Jejen menyebut jika kasus tersebut tengah ditangani langsung oleh pihak Kementerian Luar Negeri dan telah dilakukan berbagai upaya untuk memulangkan para korban.
“Bahwa Kemenlu sudah melakukan tindak lanjut penganan kasus ini dengan menghubungi pihak KBRI dan mungkin orang-orang yang biasa menangani kasus-kasus seperti ini ya, karena bukan hanya ini kasus yang baru ditangani oleh KBRI,” ucapnya.
Kendati demikian, para korban disebut masih sulit untuk dipulangkan mengingat keberadaan korban berada di daerah Myawaddy yang diyakini sebagai daerah konflik di Negara Myanmar.
“Kan negara konflik, sementara KBRI tidak punya kewenangan untuk mengambil warga negaranya ke tempat asal dan juga itu berbahaya sekali karena disana yang paling berkuasa adalah pemberontak yang mungkin resikonya sangat tinggi itu menurut keterangan dari Kementerian Luar Negeri itu nyawa taruhannya,” tutur dia.
Hingga saat ini, pihaknya menyebut jika SBMI telah melakukan berbagai upaya untuk membantu memulangkan para korban melalui Kemenlu. “Berbagai upaya SBMI untuk melakukan penekanan ke pihak terkait ke pemangku kewenangan ini tentunya adalah negara melalui Kemenlu,” pungkasnya.
Melalui keterangan resmi, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyebut para WNI diduga berada di Hpa Lu, sebuah wilayah terpencil di Myawaddy. Daerah itu diketahui merupakan lokasi konflik bersenjata yang saat ini dikuasai oleh pemberontak.
“KBRI Yangon telah menindaklanjuti dengan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan otoritas Myanmar, KBRI juga telah melakukan komunikasi informal ke jejaring yang berada di Myawaddy," demikian bunyi keterangan tertulis dari Kemlu RI, dikutip dari narasi.tv.