SUKABUMIUPDATE.com - Masoud Pezeshkian telah secara resmi dinyatakan sebagai pemenang pemilihan presiden Iran, dalam putaran kedua yang berlangsung pada Jumat, 5 Juli 2024 mengalahkan mantan negosiator nuklir Saeed Jalili.
Mengutip dari tempo.co dari Reuters, Masoud Pezeshkian merupakan dokter ahli bedah jantung berusia 69 tahun. Ia berhasil memperoleh lebih dari 16 juta suara, sementara Jalili meraih lebih dari 13 juta suara dari total sekitar 30 juta suara yang diberikan, dengan jumlah pemilih sebesar 49,8 persen.
Pezeshkian, yang dikenal sebagai seorang moderat dan tidak terkenal, berjanji untuk membuka Iran kepada dunia dan memberikan kebebasan yang didambakan rakyatnya.
"Dengan memperoleh mayoritas suara pada hari Jumat, Pezeshkian telah menjadi presiden Iran berikutnya," demikian diumumkan oleh Kementerian Dalam Negeri pada Sabtu, 6 Juli 2024.
Pemilihan ini menandai partisipasi sekitar 50 persen dalam persaingan ketat antara Pezeshkian, satu-satunya kandidat moderat di antara empat kandidat.
Baca Juga: 10 Negara Paling Berbahaya di Dunia 2023: Suriah hingga Rusia
Kemenangan Pezeshkian disambut dengan perayaan oleh pendukungnya di seluruh negeri. Video di media sosial menunjukkan pendukungnya menari di jalan-jalan kota besar dan kecil, sementara pengendara membunyikan klakson mobil untuk merayakan kemenangan tersebut.
Meskipun pemilu ini diperkirakan tidak akan berdampak besar terhadap kebijakan Republik Islam, Pezeshkian diharapkan akan terlibat erat dalam pemilihan penerus Ayatollah Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran yang berusia 85 tahun.
Jumlah pemilih yang berpartisipasi dalam pemilu telah menurun selama empat tahun terakhir, yang menurut para kritikus mencerminkan dukungan yang semakin menipis terhadap pemerintahan ulama di tengah meningkatnya ketidakpuasan masyarakat atas kesulitan ekonomi dan pembatasan kebebasan politik dan sosial.
Kemenangan Pezeshkian mungkin akan mendorong kebijakan luar negeri yang lebih pragmatis, meredakan ketegangan atas negosiasi yang terhenti dengan negara-negara besar untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015, dan meningkatkan prospek liberalisasi sosial serta pluralisme politik.
Kedua kandidat dalam pemilu ini telah berjanji untuk menghidupkan kembali perekonomian yang lesu, yang telah dilanda salah urus, korupsi negara, dan sanksi yang diterapkan kembali sejak tahun 2018 setelah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump membatalkan perjanjian nuklir.
Sumber : Tempo