SUKABUMIUPDATE.com - Konsuler Jenderal Republik Indonesia di Jeddah Yusron B Ambary mengatakan 22 jemaah asal Indonesia ditangkap kepolisian Arab Saudi akibat tak mengantongi visa haji. Mereka ditetapkan status deportasi dan akan dipulangkan Minggu, 2 Juni 2024.
"Jadi akan berlaku ketentuan deportasi, yang salah satunya ban atau larangan masuk Arab Saudi hingga 10 tahun,” kata Yusron ketika dihubungi Jumat, 31 Mei 2024.
Mengutip tempo.co, pihak KJRI di Jeddah telah mendampingi dan menyediakan jasa penerjemah bagi 24 WNI yang ditangkap otoritas keamanan Arab Saudi di Madinah.
"Ke-24 WNI tersebut ditangkap karena diduga memalsukan visa haji milik orang lain saat pemeriksaan, padahal mereka tercatat masuk Saudi dengan menggunakan visa ziarah syakhsiyah. Mereka terdiri dari 22 jemaah dan 2 koordinator," kata Yusron.
Berdasarkan informasi terakhir dari otoritas Arab Saudi, sebanyak 22 jemaah tersebut dibebaskan namun berstatus deportasi. Sementara 2 orang koordinator akan diproses hukum bersama sopir dan pemilik bus.
Baca Juga: Update Berita Haji: 25 Jemaah Asal Indonesia Meninggal Dunia
Saat ini tim KJRI sedang mendampingi 22 WNI itu melakukan proses di imigrasi untuk pemulangan mereka. "Yang pulang 22 orang, 2 orang sebagai koordinator akan menjalani proses hukum lebih lanjut. Rencananya besok akan kembali ke Indonesia dengan Garuda," kata Yusron.
Sebanyak 24 WNI ini sebelumnya diperiksa oleh intel aparat keamanan Arab Saudi saat miqat di Biar Ali dan akan menuju Makkah pada 28 Mei lalu. Ketika diperiksa, koordinatornya menyerahkan contoh visa haji milik orang lain.
“Visanya tidak sesuai paspor. Setelah diperiksa, mereka ternyata menggunakan visa ziarah,” ujar Yusron.
Namun karena mereka ditangkap sebelum melaksanakan ibadah haji, para 22 jemaah ini akhirnya bisa dibebaskan. “Para jemaah ini berasal dari Banten," kata Yusron.
Menurut Yusron, dua WNI yang berperan sebagai koordinator dikenai pasal transporting Haji di mana ancamannya adalah denda 50 ribu riyal, kurungan 6 bulan penjara dan banned selama 10 tahun. “Pemeriksaan biasanya akan didampingi, ada permintaan. Andai tidak didampingi biasanya ada penerjemah di situ,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yusron menjelaskan koordinator berinisial MH dan JJ itu mengelola dana jemaah yang membayar kisaran Rp 25 juta hingga 150 juta.
Saat ini, menurut Yusron, pemerintah Arab Saudi memang sedang berusaha memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji dengan menciptakan inovasi dalam pelayanan. Salah satunya dengan pengetatan aturan untuk masuk Makkah.
“Artinya tasreh (izin) menjadi sangat penting untuk mempersiapkan berapa orang yang harus dilayani, sampai ulama Saudi menyatakan bahwa haji tanpa tasreh itu dosa, menteri haji sudah bilang barangsiapa berhaji tanpa tasreh haji, hajinya tidak sah,” kata Yusron. “(Sebab) Kalau misalnya ada 100 ribu atau 200 ribu haji gelap akan ganggu ibadah haji secara keseluruhan."
Yusron turut mengimbau masyarakat Indonesia yang akan berhaji untuk memastikan bahwa dirinya memiliki visa haji sebelum berangkat ke tanah suci. "Saat ini Pemerintah Saudi sedang memperketat razia untuk mencegah pelaku ibadah haji tanpa tasreh (izin). Kemlu mengimbau agar para jamaah WNI dapat mematuhi hukum Saudi dan hanya menjalankan ibadah haji dengan visa haji atau tasreh," ujarnya.
Adapun visa yang dapat digunakan untuk berhaji adalah yang visa haji yang dikeluarkan oleh pemerintah Arab Saudi, yaitu visa haji reguler, visa haji khusus, dan visa haji mujamalah.
Yusron berpesan masyarakat Indonesia yang akan berhaji harus melalui jalur resmi yang telah ditetapkan pemerintah. Jangan mudah terbuai dengan iming-iming visa lain untuk berhaji. “Sebelum berangkat pastikan visanya adalah visa haji," kata dia.
Sumber: Tempo.co