SUKABUMIUPDATE.com - Kasus Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) seakan tak pernah usai. Pasalnya, ada sekitar 12 WNI menjadi korban TPPO di Myawaddy, wilayah konflik bersenjata di Myanmar.
Hal itu diketahui dari pengakuan mereka dalam sebuah video di media sosial.
Dilansir dari tempo.co, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan melalui pesan singkat pada Senin, 29 Mei 2023, bahwa KBRI Yangon telah melacak dokumentasi itu dan berhasil menjalin komunikasi terbatas dengan 12 WNI tersebut.
Baca Juga: Resep Bu Siti Punya 2 Suami Muda, Rutin Mandi Kembang Setiap Malam Jumat
Dalam video yang beredar di media sosial, korban mengklaim dipekerjakan di perusahaan judi online dan nasibnya tidak menentu walau sudah melapor kepada pemerintah untuk meminta dipulangkan.
Kemlu pada Jumat, 26 Mei 2023, mengumumkan berhasil memulangkan 26 WNI korban TPPO yang sempat terjebak di Myawaddy. Para WNI itu diduga dipekerjakan perusahaan online scam untuk menjadi penipu online dengan iming-iming gaji menggiurkan mulai 12 juta hingga 25 juta rupiah.
Kenyataan tak sesuai dengan apa yang dijanjikan. Para WNI tersebut dipaksa kerja 17-19 jam, diberikan hukuman fisik, ancaman denda jika ingin keluar, hingga dijual lagi jika tak menguntungkan perusahaan.
Baca Juga: Begini Cara Bu Siti Berbagi Jatah dengan 2 Suami Mudanya, Tetap Harmonis
Dalam beberapa tahun terakhir, kasus serupa perdagangan orang WNI di negara-negara Asia tenggara, bermunculan seperti di Laos, Filipina, hingga Kamboja. Dalam 3 tahun terakhir Kemlu telah menangani dan menyelesaikan 1.841 kasus online scams, kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pengarahan media pada awal bulan ini.
Retno menyoroti besarnya perdagangan manusia di bidang online scams ini sebagai masalah regional.
Melalui pesan singkat Senin, Judha mengatakan akan terus mengupayakan pembebasan 12 WNI yang terjebak perdagangan orang. KBRI Yangon tengah mengkomunikasikan ini dengan berbagai pihak dan jejaring lokal yg memiliki akses di Myawaddy, "Di tengah kerawanan keamanan serta sensitivitas politik di Myanmar."
Sumber: Tempo.co