SUKABUMIUPDATE.com - Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri dan Kementerian Luar Negeri mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap modus-modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ini mengingat kasus tersebut terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Mengutip tempo.co, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI), Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Yudha Nugraha mengatakan sedikitnya ada empat modus yang perlu diwaspadai oleh masyarakat.
“Pertama berhati-hati terhadap tawaran bekerja di luar negeri yang banyak disampaikan melalui jaringan sosial media, calo atau sponsor,” kata Yudha dalam konferensi pers kasus TPPO di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa, 4 April 2023.
Sebagai informasi, kata dia, sampai saat ini Pemerintah Indonesia masih menerapkan moratorium penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) terhadap 14 negara yang ada di kawasan Timur Tengah. Sehingga, lanjut dia, ketika ada tawaran bekerja di Timur Tengah dipastikan tidak sesuai dengan prosedur alias ilegal.
Baca Juga: Catatan Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang di Kabupaten Sukabumi
“Kedua, jangan berangkat ke luar negeri untuk bekerja melalui calo atau sponsor, berangkatlah melalui jalur resmi, melalui dinas tenaga kerja daerah setempat, maupun oleh BP3MI yang ada di daerah masing-masing,” katanya.
Modus yang ketiga yang perlu diwaspadai adalah masyarakat jangan mau menerima uang panjar yang biasa disampaikan oleh calo atau sponsor dengan besaran bervariasi antara Rp 5 juta sampai Rp 10 juta. “Jangan pernah menerimanya, karena itu adalah bentuk jeratan utang dan itu adalah salah satu unsur pidana dalam TPPO,” paparnya.
Kewaspadaan berikutnya adalah jangan memaksakan diri untuk berangkat ke luar negeri ketika sudah tahu tidak sesuai prosedur. Dan, jangan pula berangkat tanpa menggunakan visa kerja. Modus yang biasa dilakukan saat ini utamanya ke Timur Tengah dalam menggunakan visa ziarah ataupun visa umrah.
“Jika dijanjikan kerja ke Timur Tengah dengan menggunakan visa ziarah atau umrah jangan berangkat,” kata Yudha.
Setelah menemukan modus-modus ini, kata Yudha, masyarakat diimbau untuk melaporkan segala macam aktivitas calo atau sponsor tersebut kepada Polri termasuk kepada calon PMI yang akan berangkat yang mengetahui berangkat tidak sesuai prosedur, diminta melakukan langkah pencegahan untuk tidak berangkat.
“Karena akan lebih baik, mencegah di Indonesia daripada nanti tereksploitasi di luar negeri,” katanya.
Kementerian Luar Negeri mencatat terjadi peningkatan kasus perdagangan orang WNI dari kurun waktu 2021 sampai 2022 meningkat 100 persen lebih. Data di kementerian menyebut, tahun 2021 terdapat 361 kasus TPPO, setahun berikutnya meningkat menjadi 752 kasus.
Menurut Yudha, angka tersebut kemungkinan besar hanya puncak gunung es, yang artinya masih banyak korban yang kemungkinan tidak dapat melapor.
Yudha menyampaikan, penegakan hukum TPPO yang dilakukan oleh Polri adalah bentuk kehadiran negara. Namun, akar masalah dari TPPO perlu diatasi secara komprehensif termasuk langkah-langkah pencegahan yang efektif.
“Salah satu langkah pencegahan yang efektif adalah bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berhati-hati terhadap modus TPPO,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan meningkatnya kasus TPPO ini terkait dengan peningkatan kinerja Polri di lapangan dalam melakukan penindakan TPPO.
Selain itu, faktor lainnya berdasarkan hasil pemeriksaan, karena adanya iming-iming dan bujuk rayu terkait gaji lebih besar dari UMR sehingga banyak masyarakat berkeinginan untuk bekerja di luar negeri.
“Ruang lingkup kerja yang lebih menjanjikan, ini yang selalu disebarkan ke masyarakat. Pendekatannya ada yang lewat media sosial, selebaran dan dari pintu ke pintu atau door to door juga,” kata Djuhandhani.
Sumber: Tempo.co