SUKABUMIUPDATE.com - Delapan Warga Negara Indonesia (WNI) dipenjara di China karena bekerja secara ilegal. Kedutaan Besar RI di Beijing mengunjungi mereka di penjara Kota Qingdao dan Dezhou, Provinsi Shandong, Sabtu, 25 Februari 2023.
Mengutip Antara via tempo.co, dalam kesempatan itu, KBRI menerbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) untuk lima WNI. Sementara paspor dua WNI lainnya masih hidup. Satu WNI menghadapi masalah hukum yakni wanita dan saat ini menjalani hukuman di Kota Dezhou.
Penerbitan dokumen perjalanan lintas-batas negara tersebut diberikan dalam kunjungan tim KBRI Beijing yang dipimpin Atase Imigrasi Raden Fitri Saptaji ke Kota Qingdao dan Kota Dezhou, Provinsi Shandong, pada Sabtu dan Minggu.
Baca Juga: Rp 20 Juta per Orang, Membedah Modus Sindikat Penyelundupan WNI ke Malaysia
Penerbitan lima SPLP dilakukan di kompleks penjara di Distrik Jimo, Kota Qingdao, tempat mereka menjalani proses hukum karena tuduhan bekerja secara ilegal.
“Sebenarnya di penjara ini ada tujuh WNI yang ditahan, tapi yang dua orang paspornya masih berlaku,” kata atase imigrasi yang akrab dipanggil Rafi.
Satu WNI bermasalah lainnya berjenis kelamin perempuan sedang menjalani proses hukum di Kota Dezhou. “Kami bisa memproses dokumen mereka melalui koordinasi dengan pihak kepolisian di Qingdao dan Dezhou,” ujarnya.
KBRI menyampaikan terima kasih kepada aparat setempat yang memberikan fasilitas dan kemudahan mendapatkan akses pelayanan kepada WNI bermasalah tersebut.
Baca Juga: 67 WNI Ditahan, Kronologi Penemuan Kampung Ilegal Indonesia di Malaysia
Pelayanan keimigrasian dan kekonsuleran tersebut, lanjut Rafi, sekaligus untuk memudahkan proses pemulangan para WNI bermasalah itu ke Indonesia.
Dalam kunjungan ke penjara Qingdao, tim Atase Imigrasi KBRI Beijing juga mendapatkan kesempatan untuk berbincang dengan para WNI yang menghuni sel di pinggiran kota di wilayah timur daratan China itu.
Para WNI yang bermasalah dengan hukum ini rata-rata terkait dengan pelanggaran izin kerja dan mengaku sebagai korban perdagangan manusia (human trafficking).
Sumber: Antara via Tempo.co