SUKABUMIUPDATE.com - Setidaknya 3.700 orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka akibat gempa besar di Turki dan Suriah pada Senin, 6 Februari 2023.
Mengutip tempo.co, cuaca musim dingin yang membekukan menambah penderitaan ribuan orang yang terluka atau kehilangan tempat tinggal dan menghambat upaya menemukan korban selamat.
Gempa berkekuatan M 7.8 meruntuhkan banyak apartemen di kota-kota Turki dan menumpuk lebih banyak kehancuran pada jutaan warga Suriah, yang sebelumnya sudah menderita akibat perang saudara bertahun-tahun.
Goncangan kuat terjadi sebelum matahari terbit dalam cuaca buruk dan diikuti gempa susulan yang juga cukup kuat pada sore hari.
Baca Juga: Korban Tewas Bertambah, Gempa Turki dan Suriah Merenggut Lebih dari 1.600 Jiwa
Gempa tersebut adalah terbesar yang tercatat di seluruh dunia oleh Survei Geologi AS sejak gempa di Atlantik Selatan yang terpencil pada Agustus 2021.
Di Turki, jumlah korban tewas sampai Senin malam mencapai 2.316, kata Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat (AFAD), menjadikannya gempa paling mematikan di negara itu sejak gempa dengan kekuatan sama pada 1999 menghancurkan wilayah Laut Marmara timur yang berpenduduk padat di dekat Istanbul, menewaskan lebih dari 17.000 orang.
Setidaknya 1.444 orang tewas di Suriah dalam gempa Senin dan sekitar 3.500 orang terluka, menurut angka dari pemerintah Damaskus dan petugas penyelamat di wilayah barat laut yang dikuasai pemberontak.
Koneksi internet buruk dan jalan rusak antara beberapa kota paling parah terkena dampak di selatan Turki, menghambat upaya untuk menilai dan mengatasi dampaknya.
Suhu di beberapa daerah diperkirakan turun hingga mendekati titik beku dalam semalam, kondisi yang memburuk bagi orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan atau kehilangan tempat tinggal. Hujan turun pada hari Senin setelah badai salju melanda negara itu pada akhir pekan.
Baca Juga: Turki Diguncang Gempa M7.8, Bangunan Ambruk dan Banyak Warga Tertimbun
Lebih dari 13.000 orang terluka di Turki akibat gempa tersebut.
Di kota Iskenderun, Turki, tim penyelamat memanjat tumpukan puing unit perawatan intensif rumah sakit pemerintah untuk mencari korban selamat. Petugas kesehatan melakukan apa yang mereka bisa untuk menangani serbuan baru pasien terluka.
"Ada pasien yang dioperasi tapi kami tidak tahu apa yang terjadi," kata Tulin, perempuan berusia 30-an, berdiri di luar rumah sakit, menyeka air mata dan berdoa.
Presiden Turki Tayyip Erdogan, yang akan kembali maju pemilihan Mei mendatang, menyebut gempa itu sebagai bencana bersejarah dan gempa terburuk yang melanda negara itu sejak 1939, tetapi mengatakan pihak berwenang melakukan semua yang mereka bisa.
"Semua orang mengerahkan hati dan jiwa mereka ke dalam upaya meskipun cuaca dingin dan gempa yang terjadi pada malam hari membuat segalanya menjadi lebih sulit," katanya.
Gempa kedua cukup besar untuk merobohkan lebih banyak bangunan dan, seperti yang pertama, dirasakan di seluruh wilayah, membahayakan tim penyelamat yang berjuang untuk menarik korban dari reruntuhan.
Di Suriah, yang telah dirusak oleh perang saudara selama lebih dari 11 tahun, kementerian kesehatan mengatakan 711 orang telah tewas. Di Suriah barat laut yang dikuasai pemberontak, pekerja darurat mengatakan 733 orang tewas.
Baca Juga: Gempa M6,0 Guncang Turki, Peringatan Tsunami Langsung Dikeluarkan!
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan 4,1 juta orang, banyak dari mereka telantar akibat konflik dan tinggal di kamp-kamp, sudah bergantung pada bantuan kemanusiaan lintas batas di Suriah barat laut.
"Masyarakat Suriah secara bersamaan dilanda wabah kolera yang sedang berlangsung dan musim dingin yang keras termasuk hujan lebat dan salju selama akhir pekan," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada wartawan di New York.
Di kota Aleppo yang dikuasai pemerintah, rekaman di Twitter menunjukkan dua bangunan bersebelahan runtuh satu demi satu, memenuhi jalan-jalan dengan debu yang mengepul.
Dua penduduk kota, yang rusak parah akibat perang, mengatakan bangunan-bangunan itu ambruk beberapa jam setelah gempa, yang terasa hingga ke Siprus dan Lebanon.
Sumber: Tempo.co