SUKABUMIUPDATE.com - Budidaya jamur tiram atau pleurotus ostreatus di rumah bisa dicoba untuk kemandirian usaha. Pandemi covid-19 bukan halangan, setidaknya itu yang ditegaskan Agus Setiawan, pemuda Kadudampit Kabupaten Sukabumi Jawa Barat yang terus mengajak generasi milenial untuk berkarya.
Pleurotus ostreatus adalah salah satu jamur pangan dari kelompok basidiomycota dan termasuk kelas homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem. Ciri lainnya tundung berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram, dengan bagian tengah cekung.
Jamur tiram bisa ditemui sepanjang tahun di hutan dan pegunungan daerah berudara sejuk dan lembab. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang.
Jamur kayu ini bisa dibudidayakan menggunakan substrat seperti kompos serbuk gergaji kayu, ampas tebu atau sekam.
"Kami budidaya jamur tiram sejak pandemi Covid-19. Mencoba menekuni, dengan menggunakan bahan baku serbuk gergaji, dedak padi, kapur, serta air," kata Agus Setiawan warga Kampung Cijagung Bobojong Desa Gedepangrango, Kecamatan Kadudampit kepada sukabumiupdate.com, Kamis 21 Oktober 2021 lalu.
Modal utamanya harus punya tempat untuk merawat baglog dan menumbuhkan jamur, ucap Agus. Tidak harus luar, namun berbentuk ruangan yang diisi rak untuk meletakkan baglog atau media tanam jamur tiram.
Ruanganpun tak harus wah. Untuk jaga suhu dan kelembapan, ruangan dari bambu atau kayu sangat dianjurkan. Dinding bisa dibuat dari papan, untuk atap bisa genteng atau bahan selain asbes atau seng, karena kedua bahan ini mendatangkan panas.
Sedangkan pada bagian lantainya, tetap tanah agar air yang digunakan untuk menyiram jamur bisa meresap. "Di dalam ruangan dilengkapi rak berupa kisi-kisi yang dibuat bertingkat. Rak tersebut berfungsi untuk menyusun baglog. Rak bisa dibuat dari bambu atau kayu. Posisi rak diletakkan berjajar dan antara rak satu dengan yang lain dipisahkan oleh lorong untuk perawatan," paparnya.
Menurut Agus prosesnya paling cepat 25 hari, maksimalnya 50 hari. Tergantung jenis bibit, campuran bahan. Saat ini ia dibantu dengan 5 pekerja, per hari bisa membuat 300 baglog.
"Jadi hasil panen tegantung jumlah log atau balog. Semakin banyak log nya semakin banyak hasilnya, karena panennya setiap hari," jelasnya.
"Kalau punya 1000 baglog. Rata-rata menghasilkan total panen dalam satu siklus 300-500 kilogram, dijual dengan harga Rp.15 ribu per kilogram. Saya jual ke pasar Cisaat," pungkasnya.
Agus juga bersedia berbagi ilmu dengan siapapun. Untuk belajar langsung bisa datang ke rumahnya di Kampung Cijagung Bobojong Desa Gedepangrango, Kecamatan Kadudampit Kabupaten Sukabumi.