SUKABUMIUPDATE.com - Pendidikan saat ini menghadapi tantangan besar akibat globalisasi, oleh karena itu perlu berbagai upaya agar peserta didik dapat hidup layak, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Pendidikan anak awalnya tama berasal dari lingkungan keluarga, terutama dari orang tua. Setelah itu, anak berinteraksi dengan lingkungan diluar keluarga, seperti lembaga pendidikan.
Berbagai upaya dilakukan untuk mendukung tumbuh kembang anak anak agar mereka memperoleh pendidikan yang terbaik. Misinya mengembangkan bakat dan membentuk karakter serta peradaban yang berguna dalam mewujudkan kehidupan masyarakat menjadi lebih cerdas.
Tujuannya adalah untuk mengembangkan peluang peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri dan demokratis serta warga negara yang bertanggung jawab. Untuk mencapai itu semua diperlukan peningkatan kualitas sikap, pengetahuan, kreativitas dan keterampilan sebelum memasuki sekolah dasar. Seperti Taman Kanak-Kanak (TK).
Anak TK berada pada usia dini dan merupakan individu yang masih dalam proses perkembangan pesat. Oleh karena itu, masa kanak-kanak merupakan tahap penting dalam perjalanan masa depan.
Pendidikan anak usia dini atau PAUD sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan, karena dengan mendidik anak sejak dini berarti generasi/pucuk bangsa telah terbantu untuk meneruskan cita-cita perjuangan nasional, tidak lemah dan ini jadi komitmen para menteri pendidikan sedunia di Dakar-Senegal pada tahun 2000, yang dilaporkan UNESCO setiap tahunnya. Pernyataan ini juga disepakati dalam program bersama Education for All (EFA).
Dimana program-program strategisnya adalah;
1. pendidikan dan pengasuhan anak kecil, khususnya anak-anak rentan dan kurang beruntung;
2. pendidikan dasar wajib;
3. program keterampilan hidup untuk remaja dan dewasa;
4. penghapusan buta huruf;
5. kesetaraan gender dalam pendidikan;
6. meningkatkan kualitas pendidikan.
Mendapatkan pendidikan berkualitas tidak bisa diperoleh dengan serta merta, melainkan melalui proses panjang yang dimulai sejak masa kanak-kanak. Bahkan, secara ekstrim, ketika seorang pria dan seorang wanita merencanakan kehidupan rumah tangganya. Yang menjadi perhatian utama hendaknya persiapan fisik, terutama persiapan mental dan spiritual, karena diharapkan bibit yang baik dari hubungan awal ini.
Sekalipun sebuah pernikahan dilangsungkan, ajaran agama dengan jelas menyatakan bahwa ketika seorang pria dan seorang wanita menikah, sebaiknya sebelum pertemuan pertama mereka berdoa, agar calon anak yang dikandungnya jauh dari godaan setan.
Uraian di atas menunjukkan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah memahami perkembangan anak usia dini, ciri-ciri anak usia dini, sehingga setiap orang dewasa mengetahui bagaimana berperilaku yang benar terhadap anak usia dibawah lima tahun.
Karakteristik perkembangan anak usia dini dapat dilihat sebagai berikut:
a. Perkembangan Fisik-Motorik
Setiap anak memiliki pertumbuhan fisik yang berbeda-beda, ada yang cepat dan ada yang lambat. Pada masa kanak-kanak, pertumbuhan tinggi badan dan berat badan seimbang. Perkembangan motorik anak terdiri dari kasar dan halus. Pada usia 3 tahun, anak melakukan gerakan sederhana seperti melompat dan berlari dengan bangga. Pada usia 4 tahun, anak mulai mengambil resiko dan bisa menaiki tangga dengan satu kaki. Pada usia 5 tahun, anak lebih percaya diri saat bersaing
.
Ahli menyebut usia 3 tahun sebagai puncak aktivitas. Anak-anak memerlukan olahraga setiap hari. Koordinasi motorik halus berkembang dari usia 3 hingga 5 tahun. Anak selalu ingin bermain dan belajar dengan gerakan yang semakin berkembang sesuai usianya.
b. Perkembangan Kognitif
Istilah kognitif berasal dari kata cognition atau knowing yang mengacu pada kegiatan mental
termasuk penerimaan, pengaturan, dan penggunaan pengetahuan. Proses perkembangan kognitif dimulai sejak lahir dengan campur tangan sel-sel otak yang mulai terlihat pada usia 5 bulan.
Terdapat 2 teori utama perkembangan kognitif, yaitu pembelajaran dan perkembangan kognitif. Teori pembelajaran melibatkan pelaziman klasik dan instrumental dalam memahami bayi. Sementara itu, teori Piaget mengidentifikasi 4 tahap perkembangan kognitif dari sensorimotor hingga formal operasional.
Pada usia dini, tahap 1 dan 2 paling terlihat. Anak membawa 2 bekal kapasitas yaitu jasmani dan sensori sejak lahir. Tahap sensorimotor pada usia 0-2 tahun melibatkan aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Pada usia 2-7 tahun, anak memasuki periode pra operasional dengan kesadaran akan objek permanen dan kemampuan memahami masalah serta menemukan solusi. Dalam tahap ini, anak belum mampu memahami perbedaan pandangan orang lain.
c. Perkembangan Sosio Emosional
Para ahli psikologi menjelaskan bahwa ada tiga tipe temperamen anak. Pertama, anak yang mudah dikendalikan, senang bermain dengan mainan baru, dan dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Kedua, anak yang sulit dikendalikan dan sering meninggalkan rutinitas harian. Ketiga, anak-anak yang cenderung malas, pasif, dan berharap semua diserahkan kepada mereka.
Kepribadian dan kemampuan empati anak dipengaruhi oleh faktor bawaan dan pola asuh saat masa kanak-kanak. Perkembangan emosi anak usia 0-1 tahun melibatkan penanaman perasaan seperti preferensi terhadap orang yang dikenalnya. Pada usia 1-2 tahun, anak mulai mengakui perilaku yang disengaja, sementara pada usia 3-5 tahun, anak mengembangkan pemahaman tentang perbedaan keyakinan dan keinginan anak lain. Sedangkan usia 6-10 tahun, persahabatan lebih bersifat kesetaraan fisik dan saling percaya.
Baca Juga: Ada Gereja Sidang Kristus, Tim Cagar Budaya Uji Tiga Objek Bersejarah di Kota Sukabumi
d. Perkembangan Bahasa
Kemampuan berbahasa setiap individu berbeda-beda. Perkembangan ini dimulai sejak usia dini, dimana anak mulai berbicara pada usia 5 bulan. Pada usia 1 tahun, anak sudah dapat mengucapkan 1 kata. Antara usia 18 dan 24 bulan, anak mengalami peningkatan kosa kata dan bisa membuat kalimat pendek. Kemudian, antara usia 2,5 hingga 5 tahun, pengucapan kata-kata menjadi lebih baik. Faktor-faktor seperti kecerdasan, disiplin, jumlah anggota keluarga, status sosial ekonomi, dan bilingualisme dapat mempengaruhi seberapa banyak anak berbicara.
Penting untuk memperhatikan karakteristik ini agar tumbuh kembang anak sesuai dengan harapan. Dengan demikian karakteristik ini penting diketahui sebagai bentuk kepedulian pada perkembangan anak yang membutuhkan perhatian ekstra dari orang dewasa di sekitarnya, sehingga akan tumbuh anak-anak yang memang diharapkan.
Penulis: Tiana Lusiani, Rizkia Wahyu Ananda, Salma Lailatul Qodar, Teguh Suharyadi, Putri Wahyuni (Universitas Muhammadiyah Sukabumi) - Dosen pendamping : Elnawati M.Pd