SUKABUMIUPDATE.com - Filsuf Italia abad ke-16, Niccolo Machiavelli (3 Mei 1469 – 21 Juni 1527) dikenal dengan pandangan-pandangan politiknya tentang bagaimana caranya seseorang mendapatkan kekuasaan, dan terus melanjutkan kekuasaannya secara efektif.
Salah satu nasihat Machiavelli, seperti dalam bukunya yang terkenal The Prince (1932), Ia mengatakan lebih penting bagi seorang penguasa untuk ditakuti daripada dicintai.
Dan untuk itu, kata dia, seorang penguasa perlu untuk melakukan segala upaya apapun untuk memelihara serta meningkatkan kekuasaannya. Bahkan, jika pun itu harus dilakukan dengan cara-cara yang melanggar moral, demi tujuan akhirnya untuk meraih kejayaan.
Kenapa seorang pemimpin harus disegani, Machiavelli menyebut karena "Orang lebih khawatir mencederai orang lain yang ia segani daripada orang lain yang ia cintai".
Machiavelli menggambarkan bagaimana penguasa seharusnya mengatur negerinya agar langgeng dan kuat, yaitu dengan menerapkan gaya ketegasan, mengumbar kekejaman, dan disertai pula dengan manipulasi.
Machiavelli juga menyarakan bahwa penguasa haruslah memperlakukan rakyatnya dengan benar (sesuai tujuan penguasa). "Apabila anda memperlakukan mereka dengan benar, maka mereka semua akan menjadi miliki Anda".
Baca Juga: Pintu Tol Cisaat Bocimi Seksi 3: 20 Bidang Tanah di Cibolang Kaler Belum Dapat Ganti Rugi
Baca Juga: Disambut Antusias, 148 Nasabah Sudah Buka Rekening Tahara di BPR Cisolok Sukabumi
Secara umum, pandangan Machiavelli tidak sesuai dengan pandangan para penganut humanis pada saat itu, yang memiliki konsep bahwa setiap warga negara dapat berkontribusi secara signifikan terhadap kesejahteraan negaranya.
Diantara yang tidak sependapat, adalah filsuf dan pemenang hadiah Nobel Bertrand Russel, ia pernah mengatakan bahwa buku The Prince adalah pegangan para gangster, “The Prince is a handbook for gangsters”.
Machiavelli melihat secara umum orang lebih suka bekerja demi kepentingan mereka sendiri dan memberikan sedikit saja kontribusi terhadap negaranya.
Meskipun Machiavelli sendiri meragukan bentuk negara yang sesuai dengan konsepnya itu dapat terwujud, namun beberapa tahun kemudian setelah ia menulis The Prince, ternyata banyak pemerintahan yang mengikuti konsepnya.
Buku The Prince, yang sudah berumur 500 tahun lebih ternyata masih relevan untuk dibicarakan dan dijalankan dalam praktik politik saat ini. Atas pemikirannya dalam The Prince, Machiavelli dianggap sebagai pencetus politik sekuler di dunia modern.
Walaupun ada interpretasi lain dari sejumlah studi mengatakan bahwa Machiavelli sebenarnya dalam The Prince sedang melakukan sekadar “pro-democracy satire”.
"Mungkin Machiavelli hanya ingin menjadi seorang realis, bahwa untuk bisa efektif memerintah, seorang pangeran mempunyai banyak pilihan, sehingga cara-cara yang sekarang dianggap kotor, tabu atau tidak senonoh, pada waktu itu diperlukan oleh penguasa untuk menguatkan suatu pemerintahan, dan pada gilirannya mampu menata kestabilan dan meningkatkan kesejahteraan,"
Sumber : The Prince (Sang Pangeran) Karya Nicollo Machiavelli, diterjemahkan oleh Noviatri (2014)