SUKABUMIUPDATE.com - Edi Susianto (50 tahun) merupakan seorang petani ubi di Kadudampit, Kabupaten Sukabumi. Bagi Edi, berkebun ubi menjadi salah satu peluang untuk meraup keuntungan.
Kendati demikian, tak selamanya peluang itu berjalan dengan lancar. Pasalnya, di tengah kemarau berkepanjangan hingga pencabutan pupuk bersubsidi pada tahun 2022 lalu, kini dampaknya mulai dirasakan oleh petani.
Diketahui, di lahan seluas 3 hektare miliknya yang berada di Kampung Lemah Duhur, Desa Sukamanis itu Edi menanam dua jenis ubi, di antaranya ubi jepang dan ubi madu khas Sukabumi.
Edi mengatakan, sebelumnya dalam satu kali panen, ia dapat menghasilkan sebanyak 20-25 ton ubi dalam satu hektarenya. Namun hari ini ia hanya mampu menghasilkan 8 ton saja.
"Untuk yang saat ini kelihatannya belum maksimal karena terkendala cuaca, musim kemarau. Kita tanam sejak 4 bulan lalu di musim kemarau lagi puncak-puncaknya," ujar Edi kepada sukabumoupdate.com pada Rabu (25/10/2023).
Baca Juga: Ubi Jalar Madu Sukabumi Tembus Pasar Ekspor, Butuh Ratusan Ton per Minggu
Menurutnya, anjloknya produksi ubi di kebun miliknya itu karena adanya dampak kemarau yang berkepanjangan hingga sulitnya mencari bibit ubi pada awal masa tanam.
"Anjloknya jauh sekali perbedaanya. Kendala di kita itu cuaca pasti, di awal pembibitan juga, belum ada kan petani yang khusus pembibitan. Ketika mau tanam itu kita pasti kesulitan cari bibitnya," kata dia.
Terlebih sejak pemerintah mencabut pupuk subsidi sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Aturan diundangkan mulai 8 Juli 2022.
"Kita kesulitan sekarang apalagi setelah dicabut subsidinya. Petani beli pupuk mahal jatuhnya, jadi kita pakai pupuk organik ya, alhamdulillah sih terbantu dengan adanya pupuk organik," pungkasnya.