SUKABUMIUPDATE.com - Mantan jurnalis sekaligus pengurus DPD Partai Golkar Kabupaten Sukabumi, Irwan Kurniawan membuat tulisan panjang untuk menjelaskan maksud dari tulisan di status facebooknya yang berujung laporan polisi. Artikel opini ini sudah dimuat di rubrik balewarga sukabumiupdate.com, edisi hari ini Sabtu (20/7/2019) dan sehari sebelumnya.
Dalam artikel berjudul: Harfiah Saya Tentang Diksi "Jajan-jajan" adalah Kemaslahatan bukan Kemaksiatan, Irwan berusaha berpanjang lebar menjelaskan latar belakang dan kebiasanya menulisnya sebagai mantan jurnalis yang sering bermain-main dengan diksi kalimat dan ragam kata.
BACA JUGA: Bupati Sukabumi Sebut Ada Tiga Orang Minta Izin Laporkan Akun Facebook Irwan Kurniawan
“Sebagai seorang mantan jurnalis, sudah barang tentu saya terbiasa bermain dengan pilihan diksi corak kalimat dan ragam kata yang dinilai menarik untuk mengharfiahkan isi buah pikir dalam setiap tulisan termasuk tulisan celotehan-celotehan saran dan kritikan di postingan akun medsos yang saya miliki,” tulis Irwan mengawali atikel opininya.
Selanjutnya, mantan jurnalis Radar Sukabumi dan sukabumiupdate.com ini mengakui kebiasaan bermain diksi berlanjut di media sosial. “Kalimat Jajan-jajan yang saya tulis lalu saya posting pada Jumat 5 Juli 2019 sekira pukul 20.35 WIB lalu di beranda akun medsos facebook saya (Irwan Kurniawan), berujung panggilan polisi,” sambung Irwan.
BACA JUGA: Postingan Ini Dilaporkan ke Polisi, Irwan: Ditujukan ke Bupati Sukabumi
"Didoakeun sing salamet di perjalanan ka Australia na. Uwih deui bari hasil nu dimaksud sanes sakadar "Jajan-jajan". Ini untaian kalimat yang ditulis Irwan pada status FB, yang diperkarakan.
Irwan dilaporkan pihak yang hingga kini belum dibuka ke publik oleh penyidik Polres Sukabumi, dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik. Tanggal 15 Juli 2019 lalu, Irwan memenuhi panggilan polisi untuk dimintai keterangan dan klarifikasi atas laporan itu.
Untuk diksi Jajan-jajan, Irwan menegaskan tidak bisa dipisahkan dari keseluruhan kalimat dalam status facebooknya tersebut. Berikut tulisan lengkapnya tentang hal itu:
Saya tafsirkan saya harfiahkan, perspektifkan atau bila memakai metode interpretasikan, saya artikan diksi Jajan-jajan yang saya pilih ketika menulis dalam postingan itu tidak lain adalah apabila seorang atau rombongan pejabat manapun melakukan kunjungan dinas apalagi kunjungan dinas ke mancanegara, tentu harus menghasilkan sesuatu untuk perkembangan dan kemajuan daerahnya.
Atau dalam arti makna yang lain, perspektif saya tentang kalimat Jajan-jajan yang saya pilih ialah sinonim dari kata Jalan-jalan. Jelasnya bukan sekadar Jalan-jalan tapi harus bisa menghasilkan bukan sekadar belanja-belanja cendramata atau pula menikmati keindahan alam di negeri berjuluk negari Kangguru tersebut.
Nah sekarang jikalau kalimat Jajan-jajan yang dikontroversialkan oleh yang mempolemikkan ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun, saya tetap akan berpegang teguh pada teks dan konteks tafsir harfiah atau perspektif konotasi positif saya dengan mengambil arti kata Jajan di KBBI.
BACA JUGA: Versi Revisi: Harfiah Saya Tentang Diksi Jajan-jajan adalah Kemaslahatan Bukan Kemaksiatan
Sama seperti di pikiran awal saya saat menulis dan memposting. Di KBBI juga makna arti Jajan atau Jajan-jajan ya membeli. Beli di sini beli makanan atau apapun yang bisa dimakan dan jadikan kenang-kenangan, bukan pilihan kata jajan yang lain yang diperspektifkan seperti diarti berjajan berkonotasi negatif.
Lalu ada pertanyaan juga kenapa dalam kata Jajan-jajan ada tanda kutip atau tanda petik. Lagi-lagi saya tegaskan berdasar ke kamus KBBI, tanda kutip hanya sebagai tanda untuk menandai atau penegasan kalau penggalan kata Jajan-jajan yang saya beri tanda kutip itu harus jadi perhatian apabila dinas ke luar negeri bagi pejabat manapun tidak sekedar "Jajan-jajan".
Kembali ke persoalan kata Jajan-jajan yang seolah sedang dipaksakan berkonotasi negatif oleh si pelapor kepada diri saya ini. Saya sendiri tidak akan memaksa apalagi bersusah payah menjelaskan kalau perspektif saya tentang diksi Jajan-jajan tetap bertafsir harfiah positif bukan negatif, maslahat bukan maksiat.