SUKABUMIUPDATE.com - Semua orang tua pasti menginginkan hal yang terbaik untuk anak, namun bukan berarti orang tua dapat memutuskan segalanya tanpa mempedulikan pendapat anak hal tersebut dapat dikatakan sebagai Helicopter Parenting.
Mengutip dari Ruang Guru, helicopter parenting merupakan gaya mengasuh orang tua namun terlalu fokus terhadap anaknya. Mereka terlalu mengatur atau ikut campur terhadap pengalaman anak, terutama pada hal-hal yang berkaitan dengan kesuksesan dan kegagalan anak.
Istilah helicopter Parenting pertama kali digunakan oleh dr. Haim Ginott dalam bukunya ‘Parents & Teenagers’ yang diterbitkan pada tahun 1969
Seorang psikolog asal Texas, Amerika Serikat, Dr. Ann Dunnewold Ph.D, juga menyebutkan kalau helicopter parenting sebagai overparenting.
Artinya, orangtua terlibat dalam kehidupan anak-anaknya, namun dengan cara yang berlebihan. Seperti terlalu mengontrol, terlalu melindungi dan selalu menuntut anak untuk sempurna.
Perlu diingat, bahwa helicopter parenting tak hanya berlaku untuk orang tua yang memiliki anak kecil, melainkan juga yang telah memiliki anak remaja atau bahkan dewasa.
Baca Juga :
1. Tahap Balita: Selalu Menjaga Anak Secara Ketat saat Bermain
Pada tahap balita, helicopter parenting mulai terlihat saat orangtua terlalu ketat menjaga anak saat bermain.
Orangtua tidak membiarkan anak disentuh orang lain, tidak membiarkan anak bermain sesuatu yang baru, terlalu takut anak terluka saat bermain, mengarahkan perilaku anak, dan tidak membiarkan anak punya waktu sendiri.
2. Tahap Anak Usia Sekolah - Kuliah: Membuat Keputusan untuk Anak
Pada tahap ini, helicopter parenting biasanya berinisiatif untuk membuat keputusan bagi hidup anak tanpa mempertimbangkan pendapat anak.
Misalnya, mendaftarkan anak kursus atau kegiatan yang belum tentu sesuai dengan minat anak.
Selain itu, perilaku helicopter parenting juga terlihat jika orangtua mulai mengatur dengan siapa anak boleh berteman hingga mengatur kegiatan anak.
3. Sangat Peduli Bidang Akademik Anak
Sebagian besar helicopter parent menaruh perhatian lebih pada bidang akademik anak. Misalnya, anak harus selalu berada di ranking pertama dan orang tua akan protes kepada guru jika anak mendapat nilai jelek.
Jika anak sudah terbiasa dengan gaya helicopter parenting sejak kecil, anak menjadi tidak memiliki kuasa untuk membuat keputusan sendiri dan melawan keputusan orangtua. Sehingga, sebagian besar pilihan anak dibuat oleh orangtua.
Pola seperti itu bisa terus berlanjut di usia dewasa, pada bidang pekerjaan hingga pasangan hidup anak.
Dampak Helicopter Parenting:
1. Membuat Anak Kurang Percaya Diri
Helicopter parenting biasanya diawali dengan tujuan yang baik, namun akhirnya bisa berdampak buruk bagi anak.
Anak yang dibesarkan dengan helicopter parent berpotensi memiliki rasa kepercayaan diri yang rendah karena tidak terbiasa membuat keputusan sendiri. Anak juga bisa merasa orangtuanya tidak percaya pada diri mereka.
2. Anak Tidak Memiliki Kemampuan untuk Menghadapi Masalah
Kemampuan anak dalam menghadapi masalah juga tidak berkembang karena selalu ada orang tua yang memastikan segalanya baik-baik saja.
Kehidupannya juga selalu bebas dari masalah dan kegagalan, sehingga anak tidak tahu bagaimana cara menghadapi kesedihan ataupun kegagalan dalam hidupnya.
3. Tingkat Kecemasan dan Depresi Tinggi pada Anak
Penelitian dari University of Mary Washington menunjukkan bahwa anak-anak dengan helicopter parenting ternyata memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang tinggi.
4. Berkurangnya Kemampuan Dasar Anak
Kemampuan dasar anak untuk melakukan hal-hal dasar sehari-hari pun menjadi berkurang karena sudah terbiasa diurus oleh orangtua, seperti mengemas barangnya sendiri.
5. Anak Menjadi Tidak Bisa Menghadapi Tekanan
Kegagalan, tantangan, dan tekanan adalah hal yang berguna bagi anak agar bisa berkembang dan mempelajari kemampuan baru.
Anak harus dibiasakan sejak kecil untuk menghadapi semuanya sendiri agar kekuatan mentalnya terasah sejak dini.
Jika anak terbiasa memiliki orang tua yang mengatur semuanya, anak akan kaget dan menjadi cenderung cepat menyerah saat menemui permasalahan di masa dewasanya kelak.
source: suara.com