SUKABUMIUPDATE.com - Fenomena hustle culture atau semacam gila kerja terjadi lantaran adanya motivasi untuk bekerja melebihi batas waktu demi meraih kesuksesan.
Bekerja adalah aktivitas sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tetapi, orang sering menanggapi pekerjaan secara berlebihan, bahkan hingga harus mengorbankan waktu luang.
Bekerja keras lebih lama dari waktu normal seolah bagaikan prinsip yang ditekankan oleh orang penganut hustle culture. Sebenarnya, kesuksesan bisa tercapai melalui berbagai macam hal, bukan hanya bekerja saja tanpa memperhatikan kondisi tubuh. Gaya hidup hustle culture merusak keseimbangan hidup sehingga berdampak buruk bagi kesehatan mental dan emosional.
“Tren hustle culture ini hampir dialami oleh sebagian besar pekerja di berbagai perusahaan, terutama kalangan generasi milenial yang baru lulus. Tuntutan kebutuhan hidup yang banyak mengharuskan mereka bekerja lebih keras supaya mendapatkan penghasilan besar meskipun mengesampingkan kesehatan diri sendiri," tutur Graheta Rara Purwasono, M.Psi, psikolog, tim konselor dari aplikasi konseling karyawan Riliv.
Meski demikian, ia mengemukakan bila pengaruh eksternal juga bisa memicu orang untuk menerapkan hustle culture. “Kalau ditinjau dari faktor eksternal, pemicunya yaitu kutipan dari orang-orang sukses. Memang tidak salah dengan mengonsumsi hal itu tapi apabila sampai salah pemahaman, maka akan berakibat pada pemaksaan diri sendiri untuk gila kerja,” tambahnya.
Dampak buruknya mulai dari kelelahan berat, lebih berbahaya lagi bisa menyebabkan kematian. Sudah banyak kasus kematian yang terjadi akibat hustle culture dalam dunia kerja. Di bawah ini merupakan kiat-kiat untuk mengubah pola pikir untuk mengurangi hustle culture.
Kerja untuk hidup, bukan sebaliknya
Terkadang sebagian orang mendedikasikan hidup untuk bekerja secara total. Kalau berlangsung di luar batas, waktu akan terbuang secara cuma-cuma tanpa sempat melakukan aktivitas lain. Selesaikan pekerjaan dengan tepat waktu, tidak perlu berlebihan, lalu gunakan waktu luang selepas bekerja untuk beristirahat karena tubuh memiliki batas ketika sudah terasa lelah.
Berhenti membandingkan dengan pencapaian orang lain
Apapun pencapaian selama bekerja, sewajarnya patut disyukuri. Membandingkan dengan orang lain hanya menambah rasa iri yang berujung ambisi tanpa memikirkan risiko. Coba lihat lagi ke belakang, masih banyak orang yang belum tentu bisa mendapatkan pencapaian atas hasil pekerjaan. Mensyukuri pencapaian saat ini membuat lebih bahagia dalam hidup.
Hargai dan gunakan waktu luang untuk bersantai
Waktu sangat penting, terutama ketika sedang libur dari rutinitas pekerjaan. Gunakan untuk aktivitas pribadi yang bermanfaat, seperti berolahraga, membaca buku, membersihkan rumah, dan sebagainya. Kehidupan pribadi harus mendapat perhatian agar tidak terbengkalai, dengan begitu Anda akan tambah menghargai diri sendiri.
Sukses bukan hanya sekadar bekerja, masih ada yang lain
Belum ada jaminan kalau bekerja keras melebihi waktu normal bisa menjadikan orang sukses berkarir. Nyatanya, definisi sukses berbeda-beda berdasarkan tujuan hidup. Carilah kesuksesan di luar pekerjaan, berbagai pengalaman yang unik telah menanti sebagai pelajar hidup.
Kesehatan diri lebih penting daripada gila kerja
Masing-masing pekerjaan menyimpan target yang wajib tercapai. Tidak usah menyusahkan diri sendiri demi melampaui takaran beban kerja. Kesehatan tubuh, mental, dan emosional perlu dijaga untuk menjalani rutinitas tetap maksimal. Peduli pada diri sendiri layak diperhatikan untuk meningkatkan kualitas hidup. Bila kesehatan mulai terancam maka bisa berdampak pada penurunan produktivitas dan kinerja.
SUMBER: TEMPO