Oleh: Eli Maymunah, S.Ag, M.Pd
Guru SMAN 1 Sagaranten, Kabupaten Sukabumi
Terdapat adanya hubungan yang kuat antara kehebatan pendidikan individu, pendidikan keluarga dan pendidikan negara dengan kemajuan yang telah diraih oleh Negara tersebut. Contohnya adalah Negara Jepang, Turki, Korea atau Negara tetangga kita yaitu singapura.
Kehebatan suatu Negara tidak akan terlepas dari sumber daya manusia yang terdapat di negara tersebut. Sumber daya manusia yang hebat tentu tidak terlepas dari pendidikan yang hebat pula. Kemajuan suatu Negara menjadi keberhasilan bagi seluruh rakyatnya. Pendidikan adalah kunci utama bagi individu-individu yang akan menjadi pemegang kunci keberhasilan. Setiap individu datang dari sebuah keluarga dimana keluarga tersebut merupakan anggota dari kelompok terkecil dalam suatu Negara.
Peran keluarga Pada dasarnya adalah sebagai pembimbing sikap seperti mengajarkan bagaimana seorang anak harus berkata dengan sopan tetapi jika setiap hari anak tersebut mendengar perkataan yang tidak sopan maka secara langsung anak tersebut belajar tentang berkata dengan orang disekitarnya yaitu perkataan yang tidak sopan.
Keluarga juga merupakan tempat untuk belajar keterampilan yang mendasar tentang hal yang paling utama harus dilakukan atau dikerjakan seorang anak sebagai individu seperti keterampilan dalam pendidikan Agama. Dalam Agama maka diajarkan bagaimana harus bersikap dan memperlakukan seseorang baik yang lebih tua, seusia ataupun yang lebih muda, Anak diajarkan agar patuh terhadap aturan dan pembiasaan yang baik berawal dari keluarga yang mengajarkannya sejak kecil. Selain itu, keluarga sangat berperan ketika anak memasuki bangku sekolah yaitu keluarga atau orangtua sebagai pembimbing akademik .
Dimasa pandemi peran keluarga menjadi sangat penting untuk perkembangan anak. Peran tersebut selain mengasuh, merawat dan mendidik anak, keluarga juga merupakan pusat dan sumber belajar karena sekolah telah berpindah ke dalam keluarga. Sebagai pusat pendidikan anak maka kemudian keluarga harus menjadi tempat yang nyaman untuk setiap kegiatan anak.
Tidak sedikit anak yang belajar menjadi berbeda sikap antara berada dirumah dengan ketika anak tersebut berada di sekolah atau diluar rumah. Seperti misalnya anak tidak mau belajar dengan orangtua tapi sebaliknya anak tersebut akan sangat senang belajar dengan gurunya di sekolah. Ada juga anak yang berperilaku sangat sopan di sekolah namun ternyata sangat keras dan pemarah jika berada di rumah.
Menurut Prof. Sofyan Sauri dalam webinar di UNINUS tanggal 27/03/2021 maka keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan anak. Yang pertama adalah peran keluarga terhadap keyakinan atau agama yang dianut oleh anak. Dalam hal ini maka menjadi hal yang paling sensitif dan mendasar dimana keluarga adalah organisasi atau sekolah pertama yang dijadikan oleh anak untuk belajar tentang keyakinan dan pengamalan Agama yang diyakini.
Seorang anak yang diibaratkan sebagai kertas putih maka akan dihiasi atau di coret dengan tinta yang dilakukan oleh orang tuanya, apapun coretan tersebut maka bagi anak akan menjadi pelajaran dan dasar dalam melaksanakan tugas kehidupannya. Seorang anak akan merekam pengalaman hidupnya baik yang kecil maupun yang besar yang kemudian akan menjadi jalan yang akan dilalui seumur hidupnya. Orangtua yang bijaksana akan mendampingi putra-putrinya dan akan memberikan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan dengan memperhatikan masa depan anak-anaknya.
Orangtua juga wajib untuk mengarahkan dan memberikan bimbingan dalam keberagamaan anaknya. Setiap orangtua menginginkan anaknya menjadi shaleh dan shalehah namun pada prakteknya orangtua tidak memberikan contoh yang sejalan atau sesuai dengan keinginannya tersebut. Contohnya anaknya di harapkan menjadi anak yang shaleh atau shalehah orangtua kemudian mengantarkan anak ke sekolah agama akan tetapi orangtua sendiri tidak mau belajar agama atau belajar mengaji dengan alasan sibuk dan lain sebagainya. Contoh yang lain lagi yaitu seorang anak diharapkan menjadi Shaleh atau shalehah kemudian anak disuruh untuk shalat dan berpuasa namun orang tuanya tidak melaksanakan shalat atau puasa dengan berbagai alasan.
Hal ini tentu menjadi pengalaman kehidupan beragama bagi anak tersebut yang akan menjadi dasar dalam mengarungi kehidupannya. Ada lagi yang menjadi suatu ironi dalam kehidupan beragama bagi banyak anak di keluarga yang heterogen yaitu keluarga yang berbeda-beda agamanya.
Yaitu ketika anak disekolahkan di sekolah yang di sekolah tersebut merupakan sekolah dengan simbol keagamaan tertentu. Anak tentu akan mendapatkan pelajaran dan pengalaman keagamaan yang akan mewarnai kehidupannya. Orangtua tidak boleh abai atau hanya sekedar menunggu saja hidayah dari Tuhan sang pencipta alam semesta. Karena tidak sedikit orang tua muslim menyekolahkan anaknya ke sekolah non muslim dengan alasan bahwa sekolah tersebut adalah sekolah favorit dan teladan.
Yang kedua yaitu bahwa keluarga harus menanamkan nilai-nilai moral dan budaya. Apakah nilai-nilai moral itu ? dan bagaimanakah budaya dapat menjadi nilai yang akan menjadikan seorang anak dapat berkarakter dan mampu menghadapi tantangan jaman? Budaya dan nilai-nilai moral adalah produk asli dari kearifan lokal. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.
Di era 4.0 ini hampir semua anak memegang Gawai, dan sebagian anak memiliki sendiri gawai tersebut. Ini merupakan sebuah kemajuan yang sangat cepat dan signifikan. Karena di konten ataupun aplikasi gawai tersebut anak akan sangat sedikit mengakses mengenai pendidikan moral ataupun budaya masyarakat yang luhur dan sesuai dengan ajaran Agama. Anak akan lebih tertarik kepada konten-konten milenial yang sedang marak dan viral di unggah ataupun dinikmati oleh para pengguna gawai. Apakah konten atau aplikasi tersebut salah?.
Salah satu tugas dari orangtua adalah agar dapat mengendalikan apa saja yang dilihat, ditonton dan di akses oleh anak-anak yang masih berada pada usia belajar. Hal ini sangat penting karena kecanggihan teknologi tidak akan dapat dicegah oleh siapapun. Yang dapat dilakukan adalah dengan menyaring dan memberikan pengertian secara intensif kepada anak-anak selama dirumah dan memberikan pemahaman terhadap konten–konten yang dengan mudah diakses oleh anak tersebut di gawai.
Memang sangat berat dan butuh waktu untuk memberikan perhatian tersebut kepada anak, akan tetapi dengan demikian orang tua telah mengurangi tugasnya dimasa yang akan datang agar menjadikan generasi hari ini masih memahami tentang nilai-nilai moral dan budaya masyarakat yang luhur dan bijaksana.
Contohnya adalah saat siswa berkomunikasi dengan gurunya sangat sedikit sekali yang menggunakan bahasa yang sopan dan santun seperti halnya sebelum adanya gawai. Siswa akan menganggap guru adalah sebagai orang yang sama umurnya atau sama dengan temannya sehingga bahasa yang digunakan akan sama.
Yang ketiga adalah keluarga seharusnya menjadi tempat yang aman dan menjadi tempat berlindung bagi anggotanya khususnya adalah bagi anak-anaknya. Keluarga yang nyaman, tenang, tentram dan penuh perhatian maka akan membuat anak merasa tidak perlu lagi untuk mencari tempat pelarian ketika sedang menemui masalah.
Umumnya anak ketika menghadapi masalah akan marah, mencari pelampiasan dan mencoba untuk menghindar. Apabila keluarga mampu untuk menampung semua keluh kesah dan juga kesulitan anak tersebut maka dia akan merasa terlindungi dan tidak akan mencari tempat berlindung ataupun tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Sangat penting bagi orangtua untuk menanamkan kepercayaan diri pada anak bahwa apa yang dihadapi saat ini merupakan hal yang harus dihadapi juga dimasa yang akan datang.
Belajar untuk menghadapi masalah agar menuju kepada pendewasaan dimana setiap orang pada akhirnya harus menghadapi masalah dan dipaksa untuk menyelesaikannya. Orang-orang yang tidak mau menyelesaikan masalah pada akhirnya akan menjadi beban bagi orang lain sehingga pada akhirnya tidak akan mampu untuk membuat suatu keputusan. Bagaimana Negara ini kan dipimpin oleh generasi yang tidak mampu untuk membuat keputusan? tentu hal ini kan menjadi beban yang akan terus berkelanjutan.
Hal lain yang berpengaruh terhadap pola asuh orangtua dalam membangun karakter anak adalah dengan membuat jadwal rutinitas yang dilakukan bersama dengan keluarga walaupun jadwal tersebut tidak tertulis contohnya adalah seperti jadwal makan pagi atau sarapan bersama atau makan malam bersama dengan tujuan agar dapat berkumpul dengan suasana saling menyayangi dan membutuhkan.
Contoh yang lain adalah seperti jadwal membersihkan rumah bersama dengan memberikan tanngungjawab kepada anak untuk rutin melakukan pekerjaan di satu tempat misalnya mengurus tanaman atau hewan peliharaan seperti memberi makan atau menyiram tanaman. Sehingga ketika anak diberi tanggung jawab tertentu dan ketika lalai maka akan ditegur sesuai dengan kesalahannya. Belajar bertanggung jawab ini akan menjadi nilai moral tersendiri yang menjadi pengalaman kehidupan sehingga dipegang anak hingga ketika akan menjadi dewasa.