Oleh: Eli Maymunah,S.Ag, M.Pd
Guru SMAN 1 Sagaranten Kabupaten Sukabumi
Anak adalah semua orang yang belum berusia 18 tahun, masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan termasuk yang masih berada didalam kandungan. Dan seharusnya masih dalam pengawasan orangtua atau walinya. Dari pengertian diatas maka pada dasarnya anak yang belum berusia 18 tahun masih disebut sebagai anak dibawah umur. Anak dibawah usia 18 tahun berada pada usia peserta didik dimana berhak mendapatkan kesempatan wajib belajar. Tetapi pada kenyataannya tidak semua anak mendapat keberuntungan dengan orangtua yang cukup dari segi penghasilan ataupun dalam hal lainnya. Pendidikan orangtua juga sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pendidikan anak-anaknya. Tidak setiap orang dengan penghasilan yang baik akan memperhatikan pendidikan anaknya, akan tetapi orangtua dengan pendidikan yang baik maka akan memberikan pendidikan yang baik pula kepada anaknya.
Saat ini jumlah anak di Indonesia menurut sumber BPS adalah 31,6 persen berarti jumlah anak adalah hampir 30 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Anak-anak yang saat ini belum berusia 18 tahun maka pada 30 tahun yang akan datang adalah orang-orang yang akan menjadi pemimpin dan pengambil keputusan dinegeri ini. Amat sangat penting bagi seluruh pihak untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin bangsa ini.
Undang-undang no 01 tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa (Pasal 1). Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak menyebutkan bahwa angka pernikahan anak atau angka pernikahan dini menjadi selama masa covid adalah 24.000 hal ini disebabkan oleh beberapa factor yang mendorong terjadinya perkawinan anak, faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor ekonomi, Ekonomi masyarakat diseluruh belahan dunia ini tentu menjadi pertimbangan terhadap setiap kegiatan baik individu maupun tindakan secara komunal. Ekonomi sebagai penopang kehidupan manusia menjadikan pertimbangan setiap tindakan yang akan diambil dan diputuskan. Sebelum terjadinya pandemic covid-19 naik dan turunnya indeks perekonomian di tiap Negara mengalami fluktuasi. Dan ketika pandemi terjadi di seluruh dunia maka ekonomi seluruh Negara terhantam dan dalam keadaan defisit. Tidak terkecuali dengan perekonomian di Indonesia. Dari faktor ekonomi ini menyumbang sebab terbesar seorang anak menikah atau dinikahkan. Seorang anak perempuan dengan berbagai kebutuhannya maka akan dianggap beban oleh keluarganya. Sebagai salah satu solusi adalah menikahkan anak permpuan ini dengan maksud agar ada yang menanggung beban orangtua terhadap kebutuhan anak tersebut. Hal ini tentu menjadi sebab yang kemudian akan menjadi mata rantai yang panjang dalam kehidupan anak perempauan tersebut. Menurut data dari survey sosial ekonomi nasional tahun 2018 menyatakan bahwa anak perempuan yang menikah diusia SMP/MTs Sederajat maka akan sangat sedikit sekali yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tentu kemudian ini akan mengakibatkan dampak turun temurun dalam bidang pendidikan.
2. Faktor Ketidak setaraan gender, adalah factor dimana perempuan tidak menuntut haknya untuk mendapatkan hak-hak yang sama sebagaimana anak laki-laki dalam rumah tangga. Anak perempuan akan menerima keputusan orangtua atau dengan sukarela menikah dalam usia kurang dari 18 tahun. Kembali lagi kepada faktor pendidikan, tentu orang yang berpendidikan tidak akan mau menyerah begitu saja dengan menjadi seorang istri ataupun ibu dimasa pertumbuhan jasmani dan mentalnya. Diera milenial ini maka setiap orang tidak terkecuali seorang anak perempuan harus melek teknologi sehingga ketika memiliki anak akan mampu mendidik anaknya bahkan mengarahkan anaknya kepada literasi digital. Belajar yang pertama adalah dari rumah sehingga amatlah penting bagi seorang wanita memiliki ilmu pengetahuan yang cukup untuk memberikan pendidikan yang baik kepada anaknya. Contohnya adalah seperti di Jepang seorang anak belajar dengan rajin dan giat. Sampai mencapai tingkat sarjana tetapi ketika sudah menikah maka semua perempuan Jepang akan berhenti untuk bekerja dan akan mencurahkan waktu dan ilmunya untuk keluarga terutama anaknya.
3. Globalisasi (Perilaku remaja) adalah dimana remaja saat ini desebut sebagai remaja milenial yang multitasking dan cepat dalam menyerap teknologi. Hal ini berpengaruh pada berbagai hal dalam kehidupan remaja itu sendiri. Remaja saat ini erat dan kental dengan internet dan infrastruktur yang terkait dengan hal tersebut. Hal ini tentu mengakibatkan adanya dampak baik yang positif maupun dampak yang negative. Perilaku remaja ini mengglobal dengan perubahan pada banyak sektor seperti pendidikan, ekonomi, gaya hidup bahkan kebiasaan. Remaja saat ini dapat mengakses apapun dari tangannya, apapun yang ingin diketahuinya dapat ia peroleh hanya dengan satu sentuhan. Hal ini tentu tidak terhindarkan seperti pada pornografi, komunikasi visual bahkan seks. Kemudahan dalam mengakses internet beserta konten-kontennya menyebabkan perilaku remaja yang mengarah kepada kebebasan dalam bergaul dan memilih apa yang akan dilakukannya.
4. Nilai budaya adalah masih ada dibanyak daerah diIndonesia sebutan untuk remaja yang belum menikah dengan sebutan perawan tua. Nilai budaya seperti ini menyebabkan rasa minder atau kurang percaya diri pada keluarga yang memiliki anak remaja belum menikah. Seharusnya masyarakat mulai belajar mengenai kemajuan teknologi dan wanita yang bekerja, pada sektor apapun pekerjaan seorang wanita maka pada umumnya mereka akan mementingkan kepentingan keluarga dari pada kepentingan dirinya. Selain itu wanita yang bekerja juga akan memberikan ruang terciptanya kesetaraan jender yang membuat keseimbangan terhadap kegiatan pada sektor bidang tersebut. Wanita yang bekerja umumnya juga merupakan wanita dengan karakter mandiri dan dapat menyelesaikan masalah pribadinya.
Undang-undang no. 16 tahun 2019 tentang umur minimal dalam pernikahan yaitu 19 tahun memberikan bukti kepedualian pemerintah terhadap kemajuan rakyatnya. Aturan pemerintah tersebut telah mempertimbangkan dari segi manfaat dan kegunaannya bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pernikahan dini akan merugikan kaum wanita dan anak-anak. Remaja perempuan yang masih dibawah usia jika melangsungkan pernikahan maka dapat menyebabkan pertumbuhan fisiknya terganggu hal ini disebabkan wanita yang belum berumur 20 tahun masih akan terus berkembang organ reproduksinya dan apabila wanita tersebut hamil dan melahirkan maka kemungkinan organ tersebut belum merupakan organ yang siap dan matang dan kemungkinan juga dapat mengganggu kesehatan mentalnya. Seorang wanita dibawah umur yang hamil akan menyebabkan beberapa penyakit yang sebelumnya tidak dimiliki oleh ibu tersebut seperti darah tinggi, anemia, bayi prematur, bayi dengan berat badan rendah, pendarahan, dan meninggal saat melahirkan. Pernikahan dini secara psikologis bagi perempuan dibawah umur akan menyebabkan berkurangnya kesempatan untuk berkarier, karena pada umumnya perempuan yng telah berumah tangga dan memiliki anak akan meninggalkan semua aktifitasnya diluar rumah. Wanita dalam pernikahan dini juga sangat mungkin mengalami KDRT.
Wanita yang menikah muda akan kesulitan untuk mengakses pekerjaan karena rata-rata mereka berpendidikan rendah, apabila mendapatkan pekerjaan maka pekerjaan yang bersifat domestik dengan gaji yang rendah sehingga ini akan berpotensi untuk memperpanjang daftar kemiskinan di Indonesia. Orangtua juga sering beranggapan bahwa anak perempuan tidak perlu bersekolah tinggi karena akan mengerjakan pekerjaan domestik sehingga budaya ini akan semakin mengekalkan adanya pekerjaan-pekerjaan lokal yang dikerjakan oleh wanita-wanita putus sekolah dan tanpa pengetahuan yang cukup. Padahal tidak sedikit wanita-wanita yang memiliki otak yang cerdas dan pengetahuan yang tidak kalah dengan laki-laki. Sangat sedikit wanita yang telah menikah muda kemudian memiliki kesempatan untuk belajar dan berkarir sehingga mendapatkan pendidikan dan penghasilan yang memadai.
Maka adalah sangat penting menikah disaat usia telah matang baik secara fisik, psikis, moral, mental dan sosial. Pendewasaan usia pernikahan akan mencegah banyak hal yang sifatnya sangat penting bagi kelangsungan kehidupan seluruh umat manusia. Apabila telah terjadi pernikahan pada usia anak maka sebaiknya diupayakan agar istri diberi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan setinggi mungkin, jika telah hamil dan melahirkan maka keluarga mengupayakan agar istri atau ibu muda ini memberikan hak-hak pada bayinya yaitu pemberian asi eksklusif dan perhatian serta rasa nyaman terhadap bayinya. Semua itu hanya akan diperoleh jika ibu merasa tenang dan nyaman selama mengurus bayinya.
Pencegahan perkawinan di usia anak harus dilakukan secara terstruktur, holistik dan terintegrasi. Dalam hal ini maka harus ada kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait. Yang pertama adalah pemerintah sebagai pemangku kebijakan serta pengambil keputusan. Yang kedua adalah masyarakat yaitu tempat dimana individu tinggal dan berinteraksi. Kenyamanan dan ketenangan hanya dapat diperoleh apabila masyarakat menciptakan kehidupan yang harmonis, penuh dengan toleransi dan kepedulain antara satu dengan yang lainnya. Lingkungan yang baik akan menciptakan individu yang berkualitas. Yang ketiga yaitu dunia usaha hendaknya pelaku dunia usaha mau melibatkan perempuan sebagai pekerja di dalam sektor usaha yang sedang dijalankan. Keterlibatan perempuan di dunia usaha akan memberikan nilai tambah baik dari segi finansial maupun dalam segi nilai pada pribadi perempuan itu sendiri. Yang keempat adalah Media. Saat ini banyak media sosial yang memberikan gambaran dan pandangan terhadap kehidupan masyarakat modern maka alangkah baiknya jika media sosial ini juga ikut mengkampanyekan tentang perlunya wanita menunda pernikahannya dan terlebih dahulu mengejar pendidikan dan kariernya sampai cukup usia untuk matang dalam pernikahan.