SUKABUMUPDATE.com - Menyambut Hari Bahasa Ibu Internasional (HBII) pada 21 Februari 2021 mendatang, sejumlah komunitas dan lembaga pegiat bahasa Sunda akan menggelar berbagai acara, lomba dan tentunya banyak hadiah. HBII merupakan program UNESCO untuk melestarikan dan melindungi semua bahasa yang digunakan oleh masyarakat di dunia.
Menyalin tempo.co, salah satunya Selebrasi Lomba Pembuatan Website dengan Konten Aksara Sunda yang telah diselenggarakan oleh Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) sejak Juli 2020. Gunawan Tyas Jatmiko, Deputi Pengembangan Usaha, Pemasaran dan Kerjasama PANDI mengatakan Selebrasi Aksara Sunda kali ini serupa dengan selebrasi aksara-aksara sebelumnya yang sudah pernah dilakukan, yaitu aksara Jawa dan Bali.
"Saat ini PANDI akan mendukung pula selebrasi aksara Sunda yang bertepatan dengan Hari Bahasa Ibu Internasional (HBII) yang jatuh pada tanggal 21 Februari. Peringatan tersebut dinyatakan oleh UNESCO pada tanggal 17 November 1999,” ujarnya.
Menurut Gunawan, tidak hanya melakukan kegiatan lomba membuat website namun ada banyak kegiatan lagi yang rencana nya akan memeriahkan acara ini, seperti Olimpiade Bahasa Sunda, 1.000 Video Bahasa Ibu dan lainnya. Dia menambahkan bahwa kegiatan ini menjadi bagian dari proses digitalisasi aksara Nusantara dan membuat aksara Nusantara bisa digunakan oleh generasi mendatang.
Di sisi lain, Miftahul Malik, jurnalis Sunda yang tergabung dalam kelompok Singrancage, forum untuk menjembatani berbagai acara terkait bahasa Sunda melalui teknologi digital, mengatakan bahwa Kegiatan ini merupakan kerja sama beberapa lembaga dan komunitas di Jawa Barat. Masing-masing lembaga memiliki peran dalam pengembangan bahasa Sunda terutama melalui media digital.
"Kita membantu menyebarkan acara tersebut kepada masyarakat agar gaungnya lebih besar,” tukas Malik.
Malik melanjutkan bahwa beberapa bahasa daerah masih dirundung sejumlah masalah, meskipun pemeliharaan bahasa daerah di Indonesia telah memiliki payung hukum yang jelas, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, hingga berbagai peraturan daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Di dunia pendidikan misalnya, mata pengajaran bahasa daerah masih tersisihkan dari mata pelajaran lainnya. Bahkan untuk kasus di Jawa Barat, lembaga yang mata pelajaran bahasa Sunda sudah dihilangkan sejak tiga tahun lalu.
“Padahal bahasa Sunda memiliki penutur yang potensial, kedua terbanyak di Indonesia. Jumlahnya konon melebihi 32 juta. Sayangnya, jumlah tersebut tidak berbanding lurus dengan perhatian masyarakat terhadap bahasanya sendiri. Malah cenderung menurun, terutama dalam pemahaman nilai-nilai budaya yang ditulis menggunakan bahasa Sunda. Apalagi setelah orang Sunda terlibat dalam masyarakat digital,” ujarnya.
Upaya pemeliharaan bahasa Sunda berbasis konvensional mulai tergerus. Buku-buku tidak lagi laku, media cetak banyak yang bertumbangan. Namun, pilihan pengembangan media baru pun masih banyak kendala. “Selain persoalan teknis dalam pemahaman bahasa dan teknologi, bahasa Sunda masih dipandang belum memiliki nilai jual, misalnya untuk jurnalisme online dan konten lainnya di internet,” ungkapnya.
Pengarang sastra Sunda, Dadan Sutisna, yang juga tergabung dalam kelompok “Singrancagé”, mengatakan bahwa pengembangan bahasa Sunda di era digital harus melalui gerakan yang inovatif, kreatif, terintegrasi, dan dikerjakan secara bersama-sama. Oleh karena itu, selain alasan pandemi yang belum memperbolehkan kerumunan besar, penyelenggara acara Hari Bahasa Ibu Internasional secara virtual bisa memacu penggunaan bahasa Sunda pada perangkat-perangkat digital.
Lebih lengkap, cek di websitenya https://singrancage.id/
“Pada tahun 2008—2012, Unpad bekerja sama dengan PP-SS mengadakan lomba mengisi teka-teki silang menggunakan komputer. Acara ini terakhir diadakan pada 21 Februari 2020 oleh Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDP-BS) Unpad. Menurut saya, banyak acara lainnya yang bisa dilakukan secara digital,” ungkap Dadan.
Ketua PP-SS, Cecep Burdansyah, mengatakan bahwa pemanfaatan media digital untuk pelestarian bahasa ibu merupakan keniscayaan. “Karena itu, PP-SS mencoba mengadakan lomba filmisasi sastra Sunda. Selain untuk memperkenalkan karya sastra Sunda kepada masyarakat, juga untuk membangun kréativitas anak-anak muda dengan ekranisasi karya sastra Sunda,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Yayasan Kebudayaan Rancage, Titi Surti Nastiti. Menurutnya, pengembangan bahasa ibu harus terus dilakukan, apalagi jika dikaitkan dengan Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional.
“Selama 33 tahun sejak 1989, kami menyelenggarakan Hadiah Sastra Rancagé untuk bahasa-bahasa daerah di Indonesia, antara lain bahasa Sunda, Jawa, Bali, Madura, Batak, Lampung, Banjar, Madura. Kami mengamati bagaimana literasi dalam bahasa daerah tumbuh dan berkembang. Itu merupakan upaya pemeliharaan bahasa ibu yang nyata. Alhamdulillah, di tengah berbagai keterbatasan, Yayasan Kebudayaan Rancagé masih bisa menyelenggarakan acara tersebut secara konsisten setiap tahun,” ungkap Titi yang juga putri mendiang Ajip Rosidi. Yayasan Kebudayaan Rancagé didirikan oleh budayawan Indonesia, Ajip Rosidi, tokoh penting dalam pemeliharaan bahasa-bahasa daerah di Indonesia.
SUMBER: TEMPO.CO