SUKABUMIUPDATE.com - Bertahan dari bencana alam bukan perkara mudah bagi sebagian orang, salah satunya penyandang disabilitas. Mereka akan merasa terancam dua kali lipat ketika musibah itu datang. Oleh karena itu, perlu dipahami bagaimana langkah mitigasi bencana yang dapat dilakukan.
Melansir dari Tempo yang mengutip laman Accessiblesociety, yakni milik organisasi kemitraan mitigasi bencana Amerika Serikat, berikut 7 langkah untuk mengurangi dampak bencana alam bagi penyandang disabilitas.
1. Fasilitas Kebencanaan yang Mudah Diakses
Teknologi komunikasi sangat penting bagi penyandang disabilitas dalam membantu menilai kerusakan, mengumpulkan informasi, dan menyebarkan bantuan logistik. Akses menuju fasilitas yang diperlukan seperti tempat tinggal sementara dan toilet darurat harus dimonitor sebelum, selama, dan sesudah bencana alam terjadi.
Pengelolaan informasi yang tepat ihwal aksesibilitas desain bangunan pun bisa meningkatkan peluang penyelamatan bagi penyandang disabilitas ketika ada bencana alam.
2. Komunikasi dan Bantuan yang Mudah Diakses
Penyediaan akses komunikasi bagi penyandang disabilitas adalah hal penting, terutama bagi mereka yang mengalami masalah sensorik dan kognitif. Sebab, kedua ragam disabilitas ini mengakses informasi dengan cara yang berbeda dan mesti dipenuhi sesuai kebutuhannya.
Misalnya, perlu pemberitahuan secara tertulis bagi penyandang disabilitas sensorik pendengaran, pemberitahuan bersuara bagi difabel netra, dan ruang evakuasi adaptif bagi penyandang disabilitas kognitif yang mengalami kondisi seperti Alzheimer.
3. Komunikasi Penyelamatan yang Dapat Diandalkan
Teknologi satelit dan seluler memungkinkan adanya komunikasi di wilayah dengan infrastruktur yang rusak atau hancur akibat bencana alam. Teknologi komunikasi bisa membantu petugas lapangan untuk berkoordinasi dalam kegiatan penyelamatan dan pelacakan yang maksimal untuk penyandang disabilitas. Langkah penyelamatan ini perlu didukung dengan database yang baik.
4. Kemitraan dengan Organisasi Penyandang Disabilitas
Organisasi penyandang disabilitas mesti berkolaborasi dengan organisasi kemasyarakatan dan penyelamat seperti tim SAR. Kolaborasi ini bertujuan untuk memberi edukasi soal langkah apa saja yang bisa diambil saat menghadapi bencana alam bagi penyelamatan difabel.
Kolaborasi tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya inklusivitas dalam manajemen risiko dan penyelamatan saat bencana alam terjadi.
5. Persiapan, Pendidikan, dan Pelatihan Bencana
Dibutuhkan edukasi mengenai langkah-langkah untuk menghadapi bencana alam sebelum itu terjadi. Pelatihan ini bertujuan meminimalisasi risiko, terutama bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas.
Pelatihan kebencanaan tersebut juga penting agar penyandang disabilitas tidak terabaikan saat proses evakuasi dilakukan.
Pelatihan ini bisa membantu mengidentifikasi kebutuhan para difabel, seperti penyediaan alat pengampu yang adaptif saat digunakan dalam kondisi bencana alam, jalur evakuasi untuk kursi roda, dan kebutuhan pribadi lainnya.
6. Kemitraan dengan Media Massa
Media massa ketika bermitra dengan penyandang disabilitas, mesti menyertakan petunjuk dan informasi penyelamatan kepada masyarakat. Petunjuk dan informasi tersebut mesti tersedia dalam format yang bisa diakses kaum difabel.
Petunjuk dan informasi mengenai kebencanaan tersebut bisa meningkatkan kesadaran setiap orang agar memahami betapa pentingnya mekanisme penyelamatan, terkait kondisi medis individu, dan tempat penampungan darurat yang bisa diakses.
Penyampaian informasi secara berulang oleh media massa bisa memberdayakan penyandang disabilitas untuk melindungi diri dengan melakukan mitigasi bencana.
7. Menyiapkan Desain Bangunan
Salah satu upaya untuk menekan kerugian yang lebih besar akibat bencana alam adalah dengan menyiapkan langkah penyelamatan berupa penerapan desain gedung yang universal.
Pendekatan desain bangunan yang universal untuk memenuhi keperluan penyandang disabilitas sebelum dan setelah bencana alam akan bermanfaat bagi banyak orang, baik dari kelompok difabel, non-difabel, anak-anak, ibu hamil, hingga orang usia lanjut.
Penerapan desain bangunan universal tersebut bisa dilakukan oleh pemerintah, misalnya dengan menerbitkan aturan yang mewajibkan ketersediaan jalur evakuasi yang mudah diakses untuk semua orang dengan berbagai kondisi sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana.
Sumber: Tempo