SUKABUMIUPDATE.com - Menapaki Puncak Carstensz dan Puncak Jaya di Papua bisa jadi merupakan impian para pendaki. Kedua puncak tersebut merupakan puncak gunung tertinggi di Indonesia.
Mengutip Tempo.co, Puncak Carstensz Pyramid yang memiliki ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut, bahkan masuk dalam jajaran tujuh gunung tertinggi di lima benua yang diburu para pendaki. Sedangkan Puncak Jaya, memiliki daya tariknya sendiri, yaitu salju abadi.
Pemandu gunung profesional, Rahman Mukhlis mengatakan, kedua puncak tersebut berada pada satu kawasan yang sama, Pegunungan Sudirman. Untuk sampai ke kedua puncak tersebut, pendaki harus menuju Base Camp Danau-danau. “Dari Base Camp Danau-danau, pendaki bisa memilih tujuannya, mendaki Carstensz Pyramid, atau Puncak Jaya,” kata Rahman ketika diwawancarai pada Minggu, 12 Juli 2020.
Rahman sendiri sudah tiga kali menapaki Puncak Carstensz dan sekali mendaki Puncak Jaya. Berdasarkan pengalamannya tersebut, dia menjelaskan perbedaan mendasar yang perlu diketahui pendaki mengenai kedua puncak tersebut, antara lain:
Karakteristik
Puncak Carstensz dan Puncak Jaya memiliki perbedaan karakter. Carstenz merupakan tebing berbatu sedangkan Puncak Jaya merupakan hamparan luas bersalju.
“Puncak Carstenz sempit seperti puncak tebing, kanan kirinya jurang terjal,” Kata Rahman. Dia juga menambahkan, Carstensz merupakan tebing dengan tinggi sekitar 600 meter.
Sedangkan di Puncak Jaya, terdapat glasier yang menyelimuti permukaan tanah. “Di Puncak Jaya ada salju abadi, kalau di Carstenz tidak ada,” kata pria yang juga anggota Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam (KMPA) Eka Citra UNJ ini.
Teknik pendakian
Perbedaan karakteristik pada kedua puncak ini, tentunya membuat teknik pendakian keduanya juga berbeda. Carstensz yang merupakan tebing berbatu, memerlukan beberapa teknik pemanjatan seperti ascending, teknik untuk naik menggunakan tali, dan descending, teknik untuk turun menggunakan tali.
Selain itu, jurang-jurang terjal juga harus disebrangi dengan teknik khusus. “Untuk menyebrangi jurang, bisa pakai teknik tyroleans (penyebrangan horizontal dengan tali), tapi sejak 2015, sudah tersedia Burma Bridge buat melintas jurang,” kata Rahman.
Sedangkan pada pendakian Puncak Jaya, lebih mengutamakan teknik trekking atau berjalan. Permukaan glasier yang terapat pada jalur menuju Puncak Jaya harus dilalui dengan teknik berjalan seperti moving together. “Jalannya menggunakan teknik moving together, setiap pendaki terhubung dengan pendaki lainnya dengan tali karmantel yang dikaitkan ke harnest masing-masing,” kata Rahman.
Moving together sendiri ditujukan untuk menjaga langkah antar pendaki. Selain itu, ketika ada salah satu pendaki yang tergelincir, pendaki itu akan tertahan karena dirinya terhubung dengan pendaki lain.
Peralatan pendakian
Perbedaan teknik pendakian yang yang diperlukan untuk mendaki Puncak Carstensz dan Puncak Jaya, membuat peralatan yang diperlukan pun berbeda. “Untuk melewati glasier di Puncak Jaya, biasanya setiap pendaki pakai crampon (alas sepatu bergerigi), dan kapak es,” kata Rahman.
Sedangkan pada penakian Puncak Carstensz, karena tekniknya pemanjatan tebing batu, cukup menggunakan peralatan ascender, descender, dan peralatan pendukung pemanjatan lainnya.
Rahman yang pertama kali mendaki Puncak Carstenz pada tahun 2012 ini mengaku, di antara keduanya, pendakian Carstenz lebih berat. Meskipun demikian, keduanya tetap memiliki tantangan yang sama, seperti kabut, salju, dan penyakit ketinggian.
Sumber: Tempo.co