SUKABUMIUPDATE.com - Cara berkomunikasi para guru saat mengajar adalah hal yang sangat penting. Sebab menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sebanyak 40 jam dalam seminggu guru akan mengajar, sedangkan 60 persen dari total waktu tersebut, digunakan untuk bertatap muka dan berkomunikasi dengan murid.
Sayangnya, menurut Project Director Indonesia Mengajar, Sidik Eka Hermawan, masih banyak kesalahan yang dilakukan para tenaga pendidik, khususnya di pedesaan terkait komunikasi.
“Banyak sekali dan ini berdasarkan survei saya pribadi bersama dengan teman-teman saat mengajar dari Aceh sampai Papua,” katanya dalam acara #UbahDenganSuara di Jakarta pada 16 Oktober 2019.
Pertama, Sigit menyebutkan sikap labeling dari guru. Misalnya, guru yang menciptakan nama panggilan baru namun disesuaikan dengan bentuk tubuh, seperti gendut. Menurut Sigit, hal ini terdengar lucu, tapi akan berpengaruh pada mental murid sebab mereka akan menganggap hal tersebut sebagai citra yang negatif. Akibatnya, murid menjadi malu untuk mengeksplor dirinya lagi.
“Dia yang mungkin melihat ada kesempatan, jadi dilewati begitu saja karena label yang kurang membangun dari guru. Kasihan karena kesalahan guru berdampak pada kemajuan anak yang menjadi terhambat,” katanya.
Kedua, banyak dari guru di desa yang masih menggunakan cara mengajar konvensional. Menurut Sigit, hal ini tidak masalah. Namun, modifikasi cara belajar tetap wajib dilakukan karena ia mengatakan bahwa anak-anak memiliki ciri cepat bosan.
“Jangan terlalu mengacu pada sistem pengajaran yang standar. Guru wajib mengikuti perkembangan zaman dengan modifikasinya, agar murid semangat belajar,” katanya.
Sumber: Tempo.co