SUKABUMIUPDATE.com - Gunung Semeru, Rinjani, Kelimutu, Kerinci, hingga Puncak Jaya Wijaya namanya telah tenar hingga mancanegara. Ribuan pendaki luar dan dalam negeri ingin menikmati suasana hutan tropis sekaligus berdiri di pucuk bumi.
Namun, Indonesia kaya pegunungan berpanorama indah. Namun popularitasnya tak sepopuler pegunungan destinasi wisata khusus utama. Namun, keelokannya tak akan ada pendaki yang menampiknya. Inilah barisan gunung yang indah namun tak populer.
Inerie, Nusa Tenggara Timur
Gunung yang rendah hati, begitu para pendaki menjuluki Inerie, gunung tertinggi di Pulau Flores. Rendah hati karena gunung ini sangat indah tapi tidak banyak dikenal orang. Puncak gunungnya, 2.245 meter di atas permukaan laut, bertipe strato volcano yang tampak gagah, lancip menjulang.
Sedikit yang berminat mendaki atau lari di sini, padahal tersedia jalur pendakian moderat yang bisa dilalui siapa pun. "Paling bagus naik dari Bampung Bena selepas tengah malam. Sampai puncak pagi, lihat matahari terbit, kemudian turun langsung menuju Pantai Aimere di selatan, total sekitar 28 kilometer," ujar Philipus, pemandu pendakian.
Di puncak Inerie, dalam mitos masyarakat setempat, berdiamlah dewa-dewa penjaga harmoni Flores. Salah satunya dewa kesatria Jaramasi, yang dipercaya tinggal di sebuah batu besar di sisi selatan gunung. Hutan utuh ada di puncak dengan aneka tumbuhan endemik dan burung.
Treking Inerie dapat dimulai dari kampung adat Bena di Desa Tiworiwu, Kecamatan Aimere, sekitar 30 menit ditempuh dengan mobil dari Bajawa, ibu kota Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Tambora, Sumbawa
Menjejakkan kaki di Gunung Tambora niscaya membawa ingatan mundur beratus tahun. Pada April 1815, gunung berapi yang menjulang di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, ini mengguncang dunia dengan letusan dahsyatnya.
Banyak catatan menyebutkan dentuman Tambora ketika itu terdengar sampai Sumatera. Tak hanya itu, pasca-letusan, gunung ini kehilangan hampir separuh puncaknya. Tingginya kini 2.851 meter. Akibat ledakan itu, Tambora punya kawah raksasa berdiameter 7 kilometer, dengan keliling kawah sepanjang 16 kilometer.
Tapi justru itulah kini pesona utama Tambora. Di sekeliling kawah, ada padang pasir yang rimbun dengan edelweis. Jika berdiri di tubir kawah itu, kita bisa mereguk panorama lautan Sumbawa luas nan biru membentang.
Seorang pendaki saat menuju puncak Gunung Tambora, Bima, NTB, 12 Maret 2015. Gunung Tambora meruapakan salah satu gunung berapi yang masik aktif di Indonesia. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Bukit Raya, Kalimantan
Rute pendakian menuju puncak Bukit Raya, gunung tertinggi di Kalimantan, sangat berat. Hutannya lebat dan jarang dilewati. Pacet, hewan pengisap darah, jamak dijumpai di sepanjang jalur pendakian.
"Banyak pacet, bikin orang frustrasi," kata seorang pendaki Dody Johanjaya. Ia telah dua kali menginjakkan kaki di puncak Bukit Raya. Gunung ini terletak di perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Gunung setinggi 2.278 meter di atas permukaan laut dan masuk The Seven Summits of Indonesia ini memiliki rute pendakian panjang. Total rute naik dan turun sekitar 90 kilometer. Selain pacet dan jalur yang samar, gangguan dari berbagai serangga menambah seru petualangan.
Perlu tujuh hari untuk mendaki Bukit Raya—empat hari mencapai puncak dan sisanya turun gunung. Namun akses menuju titik awal pendakian terbilang ribet, butuh empat-lima hari.
Dari Pontianak menuju Kabupaten Sintang menumpang bus selama 12 jam. Perjalanan berlanjut ke Serawai dengan speedboat sekitar 5 jam, lalu disambung ke Tongta, yang merupakan kawasan hutan industri.
Dari situ, pendaki menumpang kendaraan perusahaan pengelola hutan ke Kampung Rantau Malam. Batas hutan, titik awal pendakian, bisa dijangkau dengan ojek atau 3 jam jalan kaki. Dari sini, petualangan dimulai.
Binaiya, Maluku
Kaki Gunung Binaiya di Pulau Seram, Maluku, menjurai ke tepi laut. Pendakian gunung setinggi 3.027 meter ini diawali dari pantai alias nol meter di atas permukaan laut.
Binaiya merupakan gunung tertinggi di Kepulauan Maluku, dan satu dari tujuh puncak tertinggi Indonesia. Gunung ini memiliki jalur pendakian yang panjang, terjal, dan licin. Hutan lebat dengan pepohonan rapat menambah tantangan pendakian.
Menuju puncak, jalur pendakian berupa bukit berbatu yang tajam dan terjal. Puncak gunung itu berupa tanah lapang seluas sekitar setengah lapangan bola. Anginnya sangat kencang dan dingin.
Binaiya bisa dicapai dari Seram, yang ditempuh menggunakan feri dari Ambon. Dari Seram, perjalanan disambung dengan sampan ke pantai Piliana, titik awal pendakian.
Piliana adalah rute baru dan lebih singkat. Dari titik ini hanya perlu waktu empat-lima hari ke puncak, lalu dua-tiga hari untuk turun. Sedangkan rute lama, melalui Kanikeh, menghabiskan total 14 hari.
Pendaki pemula tidak dianjurkan ke Binaiya, karena berbahaya. Pendakian pun kudu didampingi pemandu lokal dan porter.
Jayawijaya via Sugapa, Papua
Puncak Carstensz di Pegunungan Jayawijaya, Papua, pada ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut, selalu berselimut salju. Memiliki puncak tertinggi di Tanah Air, gunung karang bagian dari Pegunungan Maoke atau Barisan Sudirman ini termasuk tujuh puncak dunia—selain Everest di Pegunungan Himalaya dan Aconcagua di Pegunungan Andes.
Ada tiga rute menuju Puncak Carstensz, melalui Ilaga di Kabupaten Nabire, Freeport di Timika, dan Sugapa di Kabupaten Intan Jaya. Ilaga dan Freeport merupakan rute pendakian yang umum digunakan. Jalur Sugapa sangat menantang, sekaligus lebih indah.
Pendaki harus berjalan kaki tujuh hari menuju base camp induk Lembah Kuning. Pendakian dilanjutkan dengan memanjat tebing batuan granit setinggi 800 meter ke Puncak Carstensz. Pemanjatan memakan waktu 12-15 jam.
Leuser, Aceh
Sudah lama para ahli konservasi menyebut Gunung Leuser sebagai keajaiban alam mahalangka. Di sini, hidup berdampingan 4.000 spesies flora dan fauna yang sebagian tergolong amat langka.
Dari bunga raksasa Rafflesia arnoldii sampai bunga bangkai Amorphophallus titanum bisa ditemukan di Leuser. Hutan di sini juga habitat lima mamalia besar: gajah, harimau, badak, beruang madu, dan orang utan. Tak ada ekosistem alami lain di muka bumi ini yang jadi tempat hidup sekian banyak mamalia sekaligus.
Tak aneh jika Leuser sering disandingkan dengan ekosistem Manu di Amazon, Brasil, atau Kongo di Zaire, Afrika, yang sama-sama kaya keanekaragaman hayati. Untuk mengalami firdaus seindah Leuser, Anda bisa mengarungi Sungai Alas, yang membelah kawasan Leuser, atau naik ke puncak gunungnya yang memukau.
Pendaki berfoto di atas tiang triangulasi di puncak Rante Mario, Gunung Latimojong, Sulawesi Selatan, 23 Juli 2015. Hutan di Gunung Latimojong tergolong pada tipe ekosistem hutan Montana. Mundri Winanto
Latimojong, Sulawesi Selatan
Pegunungan Latimojong membentang di tiga kabupaten di Sulawesi Selatan: Enrekang, Palopo, dan Tana Toraja. Puncak tertingginya Puncak Rantemario (3.478 meter di atas permukaan laut). Latimojong adalah satu di antara tujuh puncak tertinggi di Indonesia.
Tapi bukan ketinggian puncaknya yang jadi daya tarik utama Latimojong. Cobalah naik gunung ini dan Anda akan terpesona oleh kecantikan alam sepanjang pendakian. Sekitar setengah jam menjelang puncak, di titik yang biasa disebut Pos 7, panorama alam terhampar begitu menawan. Sejauh mata memandang, ada rimbun hijau rimba yang, bila sore datang, diliputi kabut jingga matahari menjelang sirna.
Baturraden Adventure Forest, Jawa Tengah
Baturraden layaknya kawasan puncak bagi orang Jakarta. Kawasan ini terbentang di sebelah selatan kaki Gunung Slamet, yang merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Jawa, 3.432 meter. Namun bukan lokasi wisata Baturraden yang akan saya bahas. Sepuluh menit dari situ, ada tempat yang namanya Baturraden Adventure Forest (BAF). Tempat dengan konsep back to nature ini terletak di lembah Sungai Pelus—antara obyek wisata Taurus dan Telaga Sunyi.
Pengunjung bisa melakukan kegiatan petualangan alam: water adventure, canyon adventure, forest track adventure, dan bike track adventure. Di sana tersedia penginapan rumah bambu ala suku Badui. Semalam harga sewanya Rp 250 ribu dengan kapasitas 100 orang.
Di area BAF, Anda akan disambut pemandangan hutan damar dan pinus serta aneka vegetasi hutan yang membentang di kaki Gunung Slamet seluas 50 hektare. Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) bekerja sama dengan Perusahaan Hutan Negara Indonesia (Perhutani) membangun tempat ini empat tahun lalu.
Sumber: TEMPO.CO