SUKABUMIUPDATE.com - Di era milenial, mengajarkan toleransi kepada anak bukanlah suatu hal yang mudah. Padahal, sikap toleransi merupakan salah satu hal yang mereka butuhkan saat dewasa kelak.
Hal itu juga disampaikan oleh Prof. Komaruddin Hidayat, salah satu pembicara dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Personal Growth dan Kinokuniya di Jakarta pada Sabtu, 16 Februari 2019. Menurut Komaruddin, ada beberapa tantangan yang membuat pendidikan toleransi sulit diterapkan kepada anak-anak. Apa saja?
1. Orang tua sibuk
<iframe id="google_ads_iframe_/14056285/tempo.co/desktop_gaya_inarticle_0" style="vertical-align: bottom; border-width: 0px; padding: 0px; margin: 0px;" title="3rd party ad content" name="google_ads_iframe_/14056285/tempo.co/desktop_gaya_inarticle_0" width="1" height="1" frameborder="0" marginwidth="0" marginheight="0" scrolling="no" data-google-container-id="1" data-load-complete="true"> </iframe> Di era sekarang ini, orang tua lebih banyak menghabiskan waktu mereka dengan perkerjaan. Terlebih lagi, kondisi jalan yang semakin padat sehingga membuat waktu orang tua untuk bertemu dan berdiskusi dengan anak semakin berkurang. Dengan minimnya waktu yang dibagikan bersama sang anak, orang tua pun menjadi kesulitan untuk mengajarkan toleransi kepada anak. Itu sebabnya, orang tua perlu pandai mengatur waktu agar dapat bersama anak. Meski sebentar, yang penting kebersamaan itu berkualitas.
2. Guru dan orang tua tidak satu visi
Dua tempat yang umumnya dikunjungi anak adalah rumah dan sekolah. Oleh karena itu, dalam mendidik anak, orang tua dan guru harus memiliki satu visi yang sama. Hal ini diperlukan agar sang anak tidak merasa bingung saat akan mengambil keputusan, khususnya dalam hal toleransi. Untuk menghindari hal ini, orang tua dan guru dapat melakukan pertemuan rutin dan diskusi.
3. Pengaruh sosial media
Di era yang semakin menjunjung teknologi ini, anak-anak akan lebih mudah terpengaruh dengan hal yang mereka lihat di sosial media. Ia pula yang selanjutnya menciptakan karakter yang intoleran melalui contoh yang mereka dapat dari sosial media itu sendiri. Oleh karena itu, selain mengajarkan anak tentang toleransi, orang tua juga perlu melakukan pengawasan pada aktivitas anak di sosial media.
4. Masyarakat yang mudah terprovokasi
Menurut Komaruddin, masyarakat zaman dahulu lebih menjunjung tinggi rasa toleransi. Sayangnya, semakin kemari, banyak oknum yang memiliki kepentingan politik sehingga harus merelakan perpecahan. Hal tersebut lantas diciptakan melalui provokasi yang disebarkan. Dengan masyarakat yang mudah terprovokasi, ini pun dapat mempengaruhi anak-anak sehingga semakin sulit untuk menerapkan sikap toleransi di dalam dirinya.
Sumber: Tempo